Bisnis.com, JAKARTA – Harga cabai secara rata-rata nasional masih terus bergerak naik, hari ini, Jumat (6/1/2023), mencapai Rp66.500 per kilogram (kg). Bahkan di salah satu pasar Jakarta tembus Rp110.000/kg.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) menyinggung bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan Biaya Tidak Terduga (BTT) yang dialokasikan sebesar dua persen dari dana transfer umum (DTU) APBD, untuk membantu biaya mobilisasi pangan sebagai upaya menjaga stabilitas harga.
“Kalau mahal sekali kan transport diganti. Sehingga harganya bisa terukur. Kalau lebih mahal lagi ya harganya disubsidi oleh pemerintah daerah dari anggaran dua persen APBD. Biaya tidak terduga itu,” ujarnya kepada awak media di halaman Gedung Kementerian Perdagangan, Jumat (6/1/2023).
Mengacu pada data harga Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga cabai rawit merah secara rata-rata nasional pada hari ini naik Rp300 dibanding hari sebelumnya, menjadi Rp66.500 per kg.
Harga cabai merah besar dan keriting justru mengalami penurunan, masing-masing turun Rp400 menjadi Rp37.900/kg dan Rp500 menjadi Rp39.100/kg.
Bahkan, bila membandingkan dalam satu bulan terakhir, harga cabai rawit merah telah naik 27,64 persen setara dengan Rp14.400, dari harga Rp52.100 menjadi Rp66.500 per kg.
Baca Juga
Sementara mengacu pada data harga Info Pangan Jakarta hari ini pukul 09.00 WIB, harga cabai rawit merah rata-rata di angka Rp71.702/kg, dan harga tertinggi berada di Pasar Pluit, Jakarta Utara, yang mencapai Rp110.000 per kg.
Adapun, harga-harga tersebut terpantau berada di atas Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan Badan Pangan Nasional untuk cabai rawit di rentang Rp40.000-Rp57.000 per kg, sementara cabai merah keriting di kisaran Rp37.000-Rp55.000 per kg.
Lebih lanjut, Zulhas justru membantah mahalnya harga cabai karena pemda telah diarahkan untuk menggunakan dana yang bersumber dari APBD tersebut.
“Cabai murah, itu naik 27 persen dari berapa?,” tambah Zulhas.
Saat ini pun Zulhas melaporkan bahwa sudah banyak daerah yang memanfaatkan DTU tersebut, salah satunya Bali dan Jakarta. Dirinya juga meminta para Bupati atau Wali Kota untuk berperan aktif dalam mengintervensi harga pangan di masing-masing daerahnya.
“Sudah [berjalan penggunaan DTU]. Kalau di Bali itu semua harga disubsidi. Jadi kalau bupati wali kota sekarang kan mereka aktif, karena kalau enggak sama Pak mendagri akan di punishment, ada hukumannya,” tegas Zulhas.