Bisnis.com, JAKARTA - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menghendaki masuknya klausul pengaturan pengembangan nuklir dalam Rancangan Undang-Undang atau RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Wakil ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa pembahasan klausul terkait nuklir dalam RUU EBET sudah tidak ada masalah lagi.
“Nuklir itu kan pertanyaannya kapan mau menggerakkan energi nuklir dan itu perlu masuk atau tidak. Kita tetap menghendaki nuklir masuk dalam UU EBET,” kata Eddy saat ditemui di komplek parlemen dikutip Kamis (21/3/2024).
Kemudian, terkait dengan pengecualian persetujuan DPR untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) generasi ketiga dalam RUU EBET, Eddy mengatakan pihaknya menolak hal tersebut.
Sebab, Eddy menilai pengembangan nuklir yang memerlukan tingkat keamanan dan keselamatan yang tinggi tidak bisa diberikan sembarangan tanpa adanya pengalaman yang mumpuni.
“Oleh karena itu, kita ingin tetap [PLTN] ukuran besar atau kecil tetap persetujuan DPR," ujarnya.
Baca Juga
Adapun, pemerintah tengah mempercepat target operasi komersial PLTN untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT). Pengembangan PLTN kini tak lagi menjadi pilihan terakhir pemerintah untuk mengakselerasi pengembangan energi terbarukan
Dalam draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah diselesaikan oleh DEN, target operasi komersial PLTN dipercepat ke 2032. Sebelumnya, PLTN ditarget beroperasi komersial pada 2039 dalam peta jalan nol emisi karbon nasional.
Berdasarkan peta jalan yang baru, DEN menetapkan target bauran EBT di rentang 19% sampai dengan 21% pada 2030. Saat itu, pemerintah berencana bakal menghentikan impor bensin dan LPG.
Selanjutnya, bauran EBT dikerek di level 25% sampai dengan 26% pada 2035, dengan asumsi pembangkit listrik tenaga nuklir pertama beroperasi pada 2032 dengan kapasitas terpasang 250 megawatt (MW).
Target bauran EBT dikerek ke level 38%-41% pada 2040, dengan asumsi pemanfaatan CCS/CCUS jamak dilakukan di pembangkit listrik dan industri.
Selanjutnya, bauran EBT ditargetkan mencapai 52% sampai dengan 54% pada 2050, dengan penerapan B50 sampai dengan B60 dan E10 sampai dengan E40.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengungkapkan, lokasi pembangunan PLTN perdana di Indonesia rencananya akan berada di Pulau Gelasa, Kepulauan Bangka Belitung. Kapasitasnya direncanakan mencapai 500 megawatt (MW).
"Sebetulnya ada beberapa lagi, seperti di Kalimantan Barat karena di sana secara data statistik hampir tidak pernah terjadi gempa. Kemudian, Sulawesi Tenggara, lalu Pulau Nias juga salah satu alternatifnya," katanya.