Bisnis.com, MALUKU UTARA – Harita Nickel telah mengekspor produksi Mixed Hydroxide Precipitate atau MHP yang merupakan produk pengolahan dari nikel kelas rendah atau limonit. MHP memiliki kandungan nikel dan kobalt, sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel menambang nikel sekaligus mengolahnya sebagai produk antara. Harita Nickel melalui entitas anaknya PT Halmahera Persada Lygend (HPL) dapat memproduksi MHP pada salah satu smelternya yang berada di Pulau Obi, Maluku Utara.
Fasilitas smelter tersebut menggunakan teknologi pengolahan dan pemurnian bernama High Pressure Acid Leach (HPAL). Instalasi HPAL ini berada dalam satu lokasi dengan area tambang, menjadikannya sebagai kawasan industri nikel terintegrasi.
Tim Jelajah EV Bisnis Indonesia berkesempatan mengunjungi fasilitas produksi HPL tersebut pada, Rabu (6/12/2023).
Head of Technical Support Harita Nickel Rico Windy Albert memaparkan, pada proses pertama, bijih nikel (nickel ore) memasuki tahap ore preparation, meliputi penyaringan kasar, penyaringan halus, hingga mesin penyaring untuk memisahkan nikel dengan batu-batu berukuran besar, kayu, atau objek asing lainnya.
Setelahnya bijih nikel yang telah dipisahkan tersebut dibilas menggunakan air agar bersih. Kemudian, bijih nikel dimasukkan ke grinding station, guna menghaluskan bijih nikel yang masih berbentuk butiran. Bijih yang sudah berbentuk halus tersebut kemudian dicampur dengan air untuk dipersiapkan ke proses pengentalan.
Baca Juga
Bijih nikel yang sudah mengental kemudian dipanaskan hingga suhu sekitar 200-250 derajat celsius. Setelah mencapai suhu yang ideal, cairan tersebut dicampur dengan asam sulfat dan diproses pada tabung bernama autoclave.
“Proses leaching pada bijih nikel terjadi pada autoclave ini,” jelas Rico saat ditemui Tim Jelajah EV di Kawasi, Pulau Obi, Maluku Utara pada Rabu (6/12/2023).
Rico menuturkan saat ini Harita Nickel memiliki sebanyak 3 unit fasilitas autoclave yang masing-masing memiliki ukuran panjang sekitar 40 meter dan diameter sekitar 5 meter.
Dia mengatakan, proses pencampuran cairan bijih nikel dan asam sulfat di dalam autoclave berlangsung sekitar 1 jam. Pada tahap ini, cairan tersebut juga diproses dengan memberi tekanan sebesar 50 Bar.
Setelah proses leaching selesai, cairan nikel kemudian keluar dari autoclave dan diturunkan suhunya pada tangki-tangki produksi yang ada. Setelah suhu cairan nikel turun pada level yang ditentukan, proses dilanjutkan dengan pengendapan untuk memisahkan nikel dengan kandungan mineral lain seperti besi dan alumunium.
Secara paralel, terdapat juga proses peningkatkan kadar keasaman cairan nikel. Hal ini dilakukan dengan cara mencampurkan cairan tersebut dengan batu gamping atau limestone agar tingkat keasamannya mencapai pH ke sekitar 5.
“Tingkat keasaman cairan nikel yang keluar setelah proses leaching pada autoclave itu baru sekitar pH 1,5,” jelas Rico.
Setelah tingkat keasaman yang diinginkan tercapai, cairan tersebut kemudian ditambahkan dengan natrium hidroksida. Kemudian, cairan tersebut akan kembali diendapkan agar mendapatkan elemen nikel dan kobalt.
Rico mengatakan, hasil dari campuran cairan nikel dan natrium hidroksida tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin press dan dicetak. Hasil cetakan tersebut merupakan produk antara dari proses HPAL yang bernama Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kadar nikel sekitar 40%, kobalt sebesar 4-5%, dan sisanya merupakan kandungan air.
Dia melanjutkan, MHP memiliki bentuk batangan yang berwarna kehijauan. MHP kemudian dapat diproses kembali menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
“Jadi kami di sini ada tiga produk yang dikirim ke pasar, ada MHP langsung, ada yang dikirim sebagai nikel sulfat dan kobalt sulfat,” jelas Rico.