Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mewanti-wanti pemerintah agar ambisi mengejar target pendapatan negara tahun depan tidak memicu resistensi publik, terutama terkait kebijakan pajak.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 2,5%, yield (imbal hasil) Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun 6,9%, nilai tukar Rp16.500 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$70 per barel, lifting minyak 610 ribu barel per hari, dan lifting gas 984 ribu barel setara minyak per hari.
Sementara dalam postur APBN, belanja negara ditetapkan Rp3.786,5 triliun. Said menilai pilihan itu moderat dari rentang yang disepakati, sehingga defisit turun menjadi 2,48% PDB atau Rp638,8 triliun.
Kemudian pemerintah menargetkan pendapatan negara Rp3.147,7 triliun. Said pun menyoroti target itu karena berada di batas atas dari pembahasan awal Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF).
"Tingginya target pendapatan negara yang dipilih oleh pemerintah patut kita dukung, tetapi pemerintah harus ekstra hati-hati terutama dalam hal kebijakan perpajakan. Saat ini ada sensitivitas tinggi di tengah-tengah masyarakat," ujar Said dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengingatkan lonjakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah belakangan ini menunjukkan resistensi dari masyarakat. Dia menyarankan agar pemerintah menghindari langkah menaikkan tarif atau memperluas basis pajak secara gegabah.
Baca Juga
Said pun menyarankan empat langkah. Pertama, mengejar wajib pajak yang melakukan penghindaran pajak.
Kedua, memanfaatkan peluang pajak minimum global 15% pasca kesepakatan OECD. Ketiga, mengoptimalkan pajak karbon sambil mendorong ekonomi hijau.
Keempat, meningkatkan investasi di sektor sumber daya alam untuk memperbesar bagi hasil SDA.
Dari sisi belanja, Said mengkritisi porsi belanja pusat yang jauh lebih besar dibanding transfer ke daerah. Alokasi belanja pusat 2026 dirancang Rp3.136,5 triliun, naik Rp435,1 triliun dari APBN 2025, sedangkan transfer ke daerah dan desa turun menjadi Rp650 triliun dari Rp919,9 triliun.
Akibatnya, menurut Said, fiskal daerah akan semakin melemah. Dia khawatir ke depan inisiatif pembangunan di daerah hanya akan bertumpu pada anggaran pusat.
“Kecenderungan makin memusatnya anggaran negara ke pusat perlu pertimbangkan ulang oleh pemerintah," tutupnya.
View this post on Instagram