Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Berdasarkan PMK tersebut, tarif Bea Keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50 persen dan dibagi tiga tahap.
Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian Indonesia (AP3I), Haykal Hubeis mengatakan bahwa kebijakan ini akan meningkatkan biaya ekspor bagi perusahaan pertambangan dan berdampak terhadap profitabilitas serta kompetitivitas perusahaan.
“Selain itu kebijakan ini dikhawatirkan memicu perusahaan dalam memenuhi persyaratan dokumen dan administrasi yang lebih kompleks, yang dapat menghasilkan biaya tambahan dalam hal kepatuhan dan pengurusan,” kata Haykal saat dihubungi, Selasa (8/8/2023).
Haykal juga menuturkan bahwa dengan adanya kebijakan ini, pihak dari perseroan akan dihadapkan dengan regulasi yang tidak pasti dan tidak konsisten di masa depan.
Nantinya, hal tersebut dapat mempengaruhi perencanaan jangka panjang dan pengambilan keputusan dalam rangka peningkatan nilai tambah untuk membangun perusahaan pemurnian atau smelter.
Baca Juga
Selain itu, Haykal juga menyenggol bahwa kebijakan ini nantinya akan berpengaruh dari pihak investor yang ingin berinvestasi di sini.
“Di mata investor kepastiannya adalah rendah dan inkonsistensi kebijakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken aturan baru terkait jenis dan tarif bea keluar bagi produk hasil pengolahan mineral logam berdasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian atau smelter dan kadar konsentrat.
Dalam ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, Sri Mulyani tidak lagi membebaskan bea keluar terhadap komoditas ekspor mineral tersebut.
“Penetapan tarif Bea Keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat 2, didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50 persen,” tulis beleid tersebut, dikutip, Selasa (18/7/2023).