Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak akan ada perpanjangan relaksasi ekspor tembaga untuk PT Freeport Indonesia (PTFI).
Hal ini merespons PTFI yang memberi sinyal untuk mempertimbangkan pengajuan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Hal ini menyusul dua smelternya yang belum beroperasi dengan kapasitas penuh.
Adapun, izin ekspor konsentrat tembaga Freeport akan berakhir pada 16 September 2025 dengan kuota 1,4 juta wet ton. Sementara itu, hingga pertengahan Agustus 2025, Freeport baru menggunakan 65% dari kuota ekspor tersebut.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, relaksasi ekspor untuk PTFI dirasa cukup diberikan satu kali saja. Apalagi, pemberian relaksasi itu sebelumnya diberikan karena terdapat kondisi kahar, yakni kerusakan smelter.
Asal tahu saja, PTFI telah menghadapi berbagai masalah berulang dengan fasilitas smelternya dalam 12 bulan terakhir. Tahun lalu, insiden kebakaran menunda pengoperasian smelter barunya di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur.
Insiden yang disimpulkan sebagai kondisi kahar ini membuat pemerintah kembali memberikan relaksasi ekspor konsentrat yang sejatinya telah dilarang sejak Juni 2023.
Belum lama ini, satu unit smelter perusahaan yang dikelola PT Smelting juga mengalami kerusakan. Hal ini belakangan menyebabkan kapasitas penyerapan konsentrat tembaga dari tambang Grasberg, Papua, berkurang. Alhasil, kerusakan itu mengakibatkan 100.000 ton konsentrat tak dapat diproses.
Menurut Yuliot, setelah penetapan kondisi kahar pada awal 2025, seharusnya tidak ada relaksasi lagi bagi PTFI.
"Jadi itu kan dalam kondisi kahar, itu kan diperkirakan itu [relaksasi ekspor] selesai, ini kan dalam jangka waktu 6 bulan. Ya seharusnya kalau sudah selesai, ya tidak ada perpanjangan lagi," tutur Yuliot di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Adapun sinyal pengajuan perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat dilontarkan langsung oleh Presiden Direktur PTFI Tony Wenas. Pasalnya, dua smelter milik perusahaan belum beroperasi dengan kapasitas penuh.
Ketika ditanya apakah akan mengajukan kembali perpanjangan izin ekspor, Tony mengatakan, hal itu bergantung pada hasil evaluasi pemerintah.
"Kan akan dievaluasi oleh pemerintah, jadi sesuai dengan Kepmen [Keputusan Menteri ESDM]-nya memang akan dievaluasi pada saat mau berakhirnya. Itu yang kita tunggu hasil evaluasi dari pemerintah lah," ujar Tony.
Menurut Tony, evaluasi yang dilakukan pemerintah membutuhkan waktu yang tak singkat. Di sisi lain, ramp up atau peningkatan kapasitas produksi smelter baru Freeport di JIIPE masih terus dilakukan sesuai dengan kurva yang direncanakan PTFI.
"Itu [ramp up] mulai dengan 40%, 50%, 60%, sekarang mendekati 70%," ucap Tony.
Sementara itu, perbaikan smelter di PT Smelting ditargetkan rampung pada 7 September 2025 mendatang. Tony menjelaskan, perbaikan pada pabrik oksigen di PT Smelting telah menyebabkan penundaan startup fasilitas smelter, setelah shutdown selama 1 bulan untuk perawatan.
"Lagi downtime karena maintenance, terus kemudian pabrik oksigennya yang ada di sebelah situ, yang dibutuhkan untuk operasi itu ada kerusakan, mungkin sekitar tanggal 7 September sudah bisa berproduksi lagi," tuturnya.
Menurutnya, kerusakan pabrik oksigen itu cukup krusial untuk proses produksi. Sebab, oksigen menjadi salah satu komponen penting untuk operasi smelter.
"Harus ada oksigennya. Dan nggak bisa digantikan beli oksigen dari tempat lain karena jumlahnya besar," kata Tony.
Pemerintah Pastikan Tak Perpanjang Relaksasi Ekspor Tembaga Freeport
Pemerintah tidak akan memperpanjang relaksasi ekspor tembaga Freeport meski smelter belum beroperasi penuh. Izin ekspor berakhir 16 September 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Ryan Hidayatullah
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

19 menit yang lalu