Bisnis.com, JAKARTA — PT Freeport Indonesia (PTFI) memastikan perbaikan pabrik oksigen di salah satu unit smelternya yang dikelola PT Smelting, rampung pada 7 September 2025.
Adapun kerusakan pada salah satu fasilitas smelter itu belakangan menyebabkan kapasitas penyerapan konsentrat tembaga berkurang. Alhasil, kerusakan itu mengakibatkan 100.000 ton konsentrat tak dapat diproses.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan, perbaikan pada pabrik oksigen di PT Smelting telah menyebabkan penundaan startup fasilitas smelter, setelah shutdown selama 1 bulan untuk perawatan. Alhasil, smelter tersebut tak bisa menyerap sebagian konsentrat tembaga yang dihasilkan dari tambang di Grasberg, Papua.
Asal tahu saja, kapasitas pemurnian konsentrat di smelter PT Smelting mencapai 1,3 juta ton per tahun. Adapun, smelter yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur ini, 65% sahamnya dimiliki oleh PTFI dan sisanya 35% dimiliki oleh PT Mitsubishi Material Corporation.
Tony pun memastikan perbaikan smelter PT Smelting itu bisa rampung pada 7 September 2025 mendatang.
"Lagi downtime karena maintenance, terus kemudian pabrik oksigennya yang ada di sebelah situ, yang dibutuhkan untuk operasi itu ada kerusakan, mungkin sekitar tanggal 7 September sudah bisa berproduksi lagi," tutur Tony di Jakarta, Rabu (27/2025).
Baca Juga
Menurutnya, kerusakan pabrik oksigen itu cukup krusial untuk proses produksi. Sebab, oksigen menjadi salah satu komponen penting untuk operasi smelter.
"Harus ada oksigennya. Dan nggak bisa digantikan beli oksigen dari tempat lain karena jumlahnya besar," kata Tony.
Kendati, dia mengatakan perbaikan fasilitas pada smelter ini tak akan berpengaruh pada evolusi perpanjangan izin ekspor konsentrat dari pemerintah yang bakal berakhir pada 16 September 2025.
"Evaluasi sebelum berakhirnya izin ekspor tanggal 16 September itu akan dievaluasi dari pemerintah. Ya kan evaluasinya bukan sebulan begitu kan. Evaluasi kan dari laporan kami," jelas Tony.
Diberitakan Bloomberg sebelumnya, Freeport tiba-tiba menawarkan konsentrat tembaga dalam jumlah di luar perkiraan ke pasar ekspor setelah terjadinya gangguan di smelter PT Smelting.
Hal ini memberikan sedikit angin segar dalam jangka pendek bagi smelter-smelter yang menghadapi kelangkaan pasokan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Penghentian operasi smelter PT Smelting tersebut membebaskan hingga 100.000 ton konsentrat tembaga dari Grasberg, kata sumber yang meminta tidak disebutkan namanya karena sifat informasi yang sensitif secara komersial.
Freeport disebut berupaya mengirimkan kargo konsentrat tersebut secepat mungkin karena izin ekspor konsentrat hanya berlaku sampai dengan pertengahan September 2025.
“Mereka menawarkannya ke pasar secara tiba-tiba,” ujar Albert Mackenzie, analis tembaga di Benchmark Mineral Intelligence.
“Sebagian besar smelter sebenarnya sudah mengamankan kebutuhan mereka untuk beberapa bulan ke depan, jadi saya rasa itu salah satu alasan mengapa hal ini membuat dampaknya terasa begitu mengejutkan.”
Meski volumenya relatif kecil terhadap pasar tembaga global, pasokan ini memberikan dorongan jangka pendek yang signifikan terhadap suplai spot bagi smelter yang sedang kesulitan mendapatkan bahan baku setelah kapasitas pengolahan global meningkat.
Pasokan tembaga dari tambang belum mampu mengejar pertumbuhan kapasitas smelter di China dan negara lain, menyebabkan kelangkaan bijih di seluruh dunia semakin parah akibat meningkatnya permintaan dari para trader.
Seiring memburuknya kelangkaan ini, smelter-smelter terpaksa menerima penurunan tajam biaya pengolahan dalam kontrak pasokan mereka.
Biaya pengolahan dan pemurnian ini—dikenal sebagai treatment and refining charges (TC/RC)—biasanya dipotong dari harga bijih dan umumnya menyumbang sekitar sepertiga pendapatan smelter.
Namun, sepanjang 2025, biaya tersebut di pasar spot justru berada di level negatif, menciptakan dinamika pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana smelter kini justru dikenakan biaya untuk mengolah konsentrat, alih-alih dibayar untuk melakukannya.
Beberapa pembeli di China telah menerima penawaran untuk kargo konsentrat dari Grasberg yang akan dikirim pada Agustus dan September 2025 dengan biaya pengolahan antara -US$20 hingga -US$30 per ton, kata beberapa sumber.