Bisnis.com, JAKARTA — Pasar properti kondominium dan apartemen masih melanjutkan tren pelemahan hingga semester I/2025. Padahal, pada periode tersebut pemerintah sendiri tengah menggulirkan paket kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100%.
Kondisi pasar properti di dalam negeri yang masih lesu ini pun menyebabkan ribuan unit apartemen di Jakarta belum terserap atau tak laku terjual. Hingga pertengahan tahun ini, hanya ratusan unit apartemen yang terserap pasar.
Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya menjelaskan di wilayah Jakarta total suplai apartemen dan kondominium komersial milik anggota REI yang belum terserap pasar menembus lebih dari 5.000 unit.
Bambang menegaskan, ribuan apartemen yang belum terserap itu tersebar di beberapa wilayah. Salah satunya, berada di area Kebon Jeruk, beberapa titik di selatan Jakarta dan timur Jakarta.
"Kemarin waktu kita bicara sama ketua DPD REI DKI yang baru, itu kan ada 5.000 atau 6.000-an unit apartemen yang menengah ke atas yang stifatnya non-subsidi ya [yang belum terserap]," kata Bambang saat dihubungi Bisnis, Selasa (26/8/2025).
Bambang menjelaskan, perlambatan penjualan apartemen itu terjadi hampir di seluruh golongan. Mulai dari apartemen kelas menengah hingga apartemen kelas atas.
Baca Juga
Khusus untuk pasar kelas menengah, kendala mahalnya pengenaan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) menjadi persoalan utama. Alih-alih membeli apartemen, kelas menengah cenderung akan memilih untuk kontrak rumah tapak saat ini.
Kemudian, perlambatan penjualan apartemen juga menyasar kelas menengah atas. Di mana, umumnya kelas ini rajin melakukan pembelian unit apartemen sebagai instrumen investasi.
Akan tetapi, beberapa waktu belakangan margin investasi apartemen terus menurun. Ditambah hadirnya instrumen investasi lain yang jauh lebih menjajikan menjadi penyebab penjualan apartemen kian merosot.
"Untuk yang di kelompok atas sendiri juga punya problem yang lebih spesifik yaitu sekarang ini apartemen sebagai investasi itu kurang menjajikan. Jadi mereka mau beli apartemen tapi ternyata harga yang dibeli itu makin hari makin turun," jelasnya.
Harga Stagnan
Head of Research JLL Indonesia, Yunus Karim mengungkap penjualan hunian vertikal yakni apartemen dan kondominium terus merosot pasca-Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu.
Sepanjang semesetr I/2025, penjualan apartemen dan kondominium stagnan. Bahkan, Yunus menjelaskan bahwa penjualan apartemen sepanjang semester I/2025 di Jakarta yang tercatat oleh JLL Indonesia hanya ada di angka 150 unit.
"Sektor apartemen atau kondominium, di sini juga kita bisa lihat memang kalau secara aktivitas pasar memang terpantau cukup flat dari sisi sales rate memang dari semua produk yang ditawarkan di Jakarta kita bisa lihat tingkat penjualannya kurang lebih stagnan," jelasnya.
Apabila ditilik ke beberapa waktu belakangan, penjualan apartemen di Jakarta sepanjang semester I/2025 itu jauh menurun dibandingkan dengan rata-rata penjualan unit apartemen dalam kurun waktu 10 tahun belakangan yang ada di angka 3.560 unit.
Dia menjelaskan, penurunan penjualan apartemen di Indonesia khususnya Jakarta telah terjadi sejak 2015. Di mana, posisinya bergerak makin buruk saat Indonesia diterpa Pandemi pada 2020.
"Property boom year kita kan di 2012, 2013, dan 2014. Di 2015 sudah mulai turun, kemudian turun lagi ke 2020 itu penjualannya kurang lebih hanya 1.000 unit per tahun, tapi di semester I/2025 yang kita catat hanya ada penjualan 150 unit," ungkapnya.
Akibat lemahnya daya serap pasar tersebut, Yunus menyebut sepanjang tahun ini dipastikan tidak akan ada peluncuran apartemen baru di Jakarta.
Padahal, rata-rata suplai apartemen baru selama sepuluh tahun belakangan umumnya ada di angka 4.100 unit per tahun.
Dari sisi pasar, saat ini pasar kelas menengah bawah masih mendominasi pembelian apartemen di angka 49%. Di mana, segmen ini tengah berhati-hati dalam melakukan ekspansi di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi.
Sementara itu, kelas menengah persentasenya mencapai 44%, sedangkan segmen kelas menengah atas berkontribusi sebesar 7%.
Kemudian, akibat minimnya serapan pasar tersebut, harga penjualan apartemen juga tampak stagnan dalam beberapa waktu belakangan. Di mana, saat ini harga apartemen untuk kelas menengah bawah umumnya dibanderol dengan harga di bawah Rp20 juta per meter.
Kemudian, harga apartemen kelas menengah saat ini parkir di Rp30 juta per meter, menengah atas Rp40 juta per meter, apartemen high end di angka Rp42 juta per meter dan apartemen luxury di angka Rp60 juta meter per meter.
Insentif PPN DTP
Meski geliat pasar properti khususnya apartemen dan kondominium masih lesu, Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya optimistis penjualan apartemen sepanjang tahun ini akan sedikit menunjukkan tren perbaikan pada akhir tahun ini.
Hal tersebut didorong oleh perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100% yang diterapkan hingga akhir tahun.
"Itu sih [perpanjangan PPN DTP] sangat membantu ya. Karena kan dengan PPN DTP otomatis dia akan berkurang nilainya 10% kan. Secara gak langsung itu diskon dari perpanjakannya kan," ujarnya.
Sedikit berbeda, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin justru pesimistis kebijakan perpanjangan insentif PPN DTP dapat mendongkrak kinerja pasar properti, khususnya apartemen. Dia memproyeksikan, paket kebijakan itu tidak akan berdampak besar pada penjualan properti sepanjang tahun ini.
Berdasarkan penjelasannya, faktor pelemahan daya beli menjadi permasalahan utama yang sebenarnya saat ini menghambat penjualan properti khususnya apartemen.
"Insentif pajak hanya bermanfaat jika masyarakat mempunyai daya beli. Saat ini daya beli sedang turun drastis," ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi memperpanjang kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak dan satuan rumah susun (apartemen) hingga akhir 2025.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/2025. Beleid ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 15 Agustus 2025 dan diundangkan pada 25 Agustus 2025. Dalam pertimbangannya, kebijakan ini diambil untuk menjaga momentum pertumbuhan sektor perumahan sekaligus mendorong daya beli masyarakat pada paruh kedua 2025.
Pasal 7 ayat (1) menjelaskan bahwa pemerintah menanggung 100% PPN untuk pembelian rumah atau apartemen baru siap huni dengan harga jual sampai Rp2 miliar. Untuk hunian dengan harga Rp2 miliar–Rp5 miliar, pembebasan PPN hanya berlaku untuk bagian harga pertama Rp2 miliar, sementara sisanya dikenakan tarif normal.
"PPN ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk Masa Pajak Juli 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025," bunyi Pasal 7 ayat (2).
Fasilitas ini diberikan kepada WNI maupun WNA yang memenuhi ketentuan kepemilikan properti di Indonesia, dengan syarat setiap orang hanya dapat memanfaatkan insentif untuk satu unit hunian.
Selain itu, transaksi harus memenuhi setidaknya tiga ketentuan. Pertama, akta jual beli atau perjanjian lunas ditandatangani antara 1 Juli–31 Desember 2025.
Kedua, serah terima unit dilakukan di periode yang sama dan dibuktikan dengan berita acara. Ketiga, pengembang mendaftarkan berita acara ke sistem Kementerian PUPR atau BP Tapera, dan melaporkan faktur pajak sesuai ketentuan Direktorat Jenderal Pajak.