Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap stok beras per Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, yang merupakan tertinggi dalam sejarah Indonesia. Namun, di balik stok beras melimpah faktanya harga makanan pokok warga Indonesia itu melambung hampir di seluruh wilayah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap harga beras di sejumlah wilayah makin mahal. Jumlah wilayah yang mengalami kenaikan harga terus bertambah setiap pekannya.
BPS mencatat sebanyak 200 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras pada pekan ketiga Agustus 2025.
Sementara itu, pada pekan kedua Agustus 2025, sebanyak 193 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras. Padahal pada pekan pertama Agustus 2025, sebanyak 191 kabupaten/kota. Kondisi ini terjadi di tengah melimpahnya stok beras di bulog.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan kenaikan harga beras yang melampaui harga eceran tertinggi (HET) terjadi imbas adanya kesalahan tata kelola perberasan nasional.
Andreas juga menjelaskan, meski stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum Bulog melimpah tak bisa mengendalikan harga beras di pasar. Sebab, lanjut dia, stok tersebut hanya menumpuk di gudang.
Baca Juga
“Ya karena terjadi kesalahan tata kelola. Stok Bulog sekali lagi tidak mencerminkan apapun ya. Karena apa? Karena stok Bulog kan tidak dipakai, hanya ditumpuk saja. Bagaimana bisa mengendalikan harga?” jelas Andreas saat dihubungi Bisnis, Senin (25/8/2025).
Berdasarkan catatan Bisnis, hingga 24 Agustus 2025, sebanyak 3,91 juta ton stok CBP telah dikuasai Bulog. Adapun, jutaan stok ini untuk mendukung kegiatan yang ditugaskan oleh pemerintah kepada Perum Bulog.
Adapun, bantuan pangan beras yang digelontorkan pemerintah mencapai 360.000 ton dan beras SPHP sebanyak 1,3 juta ton. Di sisi lain, lanjut Andreas, realisasi beras SPHP masih belum optimal sehingga belum berdampak pada harga beras.
Di samping itu, Andreas menyebut melambungnya harga beras juga dipengaruhi ramainya penggilingan padi yang tak beroperasi alias tutup. Dia menuturkan bahwa tutupnya penggilingan padi ini lantaran mereka takut untuk menjalankan usaha.
“Penggilingan-penggilingan ditakut-takuti, malah sekarang ada isu petani juga ditekan harganya. Jadi sekarang ini suasana perberasan di nasional ini sangat tidak nyaman,” ujarnya.
Alhasil, Andreas menyampaikan kondisi ini membuat stok beras di pasar mengalami penurunan. Dia menjelaskan, jika beras di pasar turun, maka harga beras akan terkerek.
Di sisi lain, Andreas menilai harga beras akan tetap merangkak seiring dengan gelontoran bantuan pangan dan SPHP yang relatif lebih rendah dibandingkan kebutuhan konsumsi selama satu bulan.
“Tidak mempengaruhi, tidak berdampak. Karena yang digelontorkan kecil. Sehingga harga beras tetap sesuai dengan hukum pasar. Stok dipasar banyak atau sedikit. Kalau stok dipasar sedikit, harga naik. Apalagi pengilingan-pengilingan pada tutup,” tuturnya.
Untuk itu, Andreas menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki tata kelola perberasan nasional dan membaca sinyal harga beras.
Senada, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai alasan harga beras masih naik lantaran penyaluran beras SPHP yang belum berjalan optimal. Khudori menuturkan bahwa operasi pasar SPHP belum berjalan efektif.
Harga Beras
Diketahui, harga beras medium di zona 1, yang mencakup wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, naik 1,1% dibandingkan dengan Juli 2025.
Secara umum, rata-rata harga beras medium di zona 1 mencapai Rp14.005 per kilogram, atau berada di atas harga eceran tertinggi (HET) di level Rp12.500.
Harga rata-rata beras medium tertinggi di zona 1 terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow Timur yang mencapai Rp17.952 per kilogram.
Harga beras premium di zona 1 juga naik 0,83% menjadi Rp15.437 per kilogram, melampaui HET beras premium yang semestinya dipatok Rp14.900 per kilogram. Harga beras premium tertinggi di zona 1 mencapai Rp19.851 per kilogram di Kabupaten Wakatobi.
Berikutnya, rata-rata harga beras medium di zona 2, juga naik 1,49% dibanding Juli 2025 menjadi Rp14.872 per kilogram atau berada di atas HET sebesar Rp13.100 per kilogram. Harga beras medium tertinggi di zona ini mencapai Rp19.900 per kilogram di Kabupaten Mahakam Ulu.
Harga rata-rata beras premium di zona 2 juga terpantau naik 0,97% dibanding Juli 2025 menjadi Rp16.618 per kilogram, atau melampaui HET Rp15.400 per kilogram. Adapun, harga beras premium di zona 2 tertinggi terjadi di Kabupaten Mahakam Ulu yang menyentuh Rp21.500 per kilogram.
Zona 2 mencakup wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan.
Data BPS juga menunjukkan harga rata-rata beras medium dan premium di zona 3, yang mencakup Maluku—Papua, mengalami kenaikan. Harga beras medium dan beras premium di zona 3 masing-masing naik 1,09% dan 0,64% dibandingkan Juli 2025.
Untuk beras medium, rata-rata harganya mencapai Rp18.899 per kilogram, atau melampaui HET Rp13.500 per kilogram. Adapun, harga beras medium di zona 3 termahal mencapai Rp50.000 per kilogram di Kabupaten Intan Jaya.
Sementara itu, rata-rata harga beras premium dibanderol Rp20.709 per kilogram atau melampaui HET Rp15.800 per kilogram. Harga beras premium di zona 3 tertinggi mencapai Rp60.000 per kilogram di Kabupaten Intan Jaya.