Bisnis.com, JAKARTA — Harga rata-rata beras di tingkat konsumen masih melampaui harga eceran tertinggi (HET) pada saat harga gabah mulai turun. Kondisi tersebut terjadi untuk beras medium dan premium.
Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap rata-rata harga beras premium dan beras medium di tingkat konsumen mengalami penurunan di zona 1. Adapun, zona 1 mencakup wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.
Data menunjukkan, rata-rata harga beras premium dan medium di zona 1 masing-masing dibanderol Rp15.552 per kilogram dan Rp13.974 per kilogram per Juli 2025. Untuk diketahui, HET beras premium dan medium di zona 1 ditetapkan sebesar Rp14.900 per kilogram dan Rp12.500 per kilogram.
Adapun pada Agustus 2025, rata-rata harga beras di tingkat konsumen berangsur mengalami tren penurunan.
“Mengenai beras oplos dan HET. Betul yang disampaikan Bu Ketua [Titiek Soeharto] bahwa harga [beras] di atas HET,” kataMenteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Lebih lanjut, Amran mengungkap bahwa produksi beras nasional tetap terjaga dengan harga gabah mengalami penurunan. Namun, kondisi ini berbeda dengan harga beras yang diterima konsumen.
Baca Juga
“Kami ingin menyampaikan hal penting tentang tata kelola perberasan Indonesia, mulai dari produksi aman, bahkan data tadi itu gabah produksi, harga gabah turun, tetapi [beras] harga di konsumen naik. Ini anomali juga terjadi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan harga rata-rata beras mengalami tren penurunan, namun harganya masih melampaui HET.
Data Bapanas menunjukkan, harga beras premium hanya turun tipis 0,94% atau sebesar Rp153 per kilogram dibandingkan pekan lalu.
Dari sana, harga beras premium masih mahal di semua zonasi, yakni zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing sebesar Rp15.436 per kilogram atau naik 3,6%, Rp16.565 per kilogram atau naik 7,56%, dan Rp18.373 per kilogram atau naik 16,28%.
Setali tiga uang, harga beras medium di zonasi naik di atas HET meski mengalami penurunan sebesar Rp134 per kilogram atau 0,93% dibandingkan pekan sebelumnya.
Perinciannya, harga beras medium di zona 1 mencapai Rp13.873 per kilogram atau naik 10,98% dan zona 2 dibanderol Rp14.553 per kilogram atau naik 11,09%. Serta, harga beras medium di zona 3 terpantau melonjak 21,71% dari HET menjadi Rp16.431 per kilogram.
“Harga beras premium tadi seperti disampaikan Pak Mentan di atas HET, tetapi juga terjadi penurunan. Harga medium di semua zona di atas HET, namun memang ada penurunan sebesar Rp134 per kilogram,” ujar Arief.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menyoroti harga beras yang masih melambung tinggi di atas HET.
Titiek menyebut, masyarakat kembali dihadapkan pada tantangan serius di sektor pangan dalam satu bulan terakhir, mulai dari harga beras, bawang merah, hingga minyak goreng.
“Harga beberapa komoditas utama seperti beras, bawang merah, hingga minyak goreng mengalami kenaikan, masih berada di level tinggi, bahkan untuk komoditas beras melampaui harga eceran tertinggi yang ditentukan,” ujar Titiek.
Menurut Titiek, kondisi harga beras yang mahal ini semakin menekan daya beli masyarakat, terutama masyarakat rumah tangga berpendapatan rendah.
Dia juga menyoroti adanya kasus praktik beras oplosan yang dijual tak sesuai mutu dan kualitas beras. Berdasarkan hasil pemeriksaan, beber Titiek, sebagian merek yang dipasarkan ke dalam kategori beras premium tidak memenuhi kriteria mutu dan tidak sesuai antara isi dengan yang tertulis pada kemasan.
“Praktik seperti ini [beras oplosan tak sesuai mutu dan kualitas] tentu saja merugikan masyarakat, merusak kepercayaan konsumen, mengganggu stabilitas pasar dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial,” ujarnya.
Titiek menyatakan bahwa pemerintah bersama aparat penegak hukum telah melakukan tindakan terhadap pelaku yang melakukan praktik beras oplosan.
Kendati demikian, menurutnya, adanya praktik beras oplosan menandakan bahwa masalah ini menyentuh aspek mendasar dari tata kelola pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan.
Di sisi lain, Titiek juga menyoroti rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mengalami kenaikan mencapai Rp7.000–Rp7.500 per kilogram. Harganya melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram di tingkat petani.
“Akibatnya, penggilingan kesulitan memproduksi beras dengan harga sesuai HET. Hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan serius antara regulasi harga, biaya produksi, dan tata niaga pangan kita,” tandasnya.