Bisnis.com, JAKARTA – Tiga pejabat Federal Reserve (The Fed) menyatakan sikap hati-hati terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga bulan depan, menjelang pidato Ketua The Fed Jerome Powell di konferensi tahunan Jackson Hole, Wyoming.
Melansir Reuters pada Jumat (22/8/2025), Presiden The Fed Cleveland Beth Hammack mengatakan dirinya selalu terbuka dalam setiap rapat kebijakan, namun saat ini belum melihat alasan untuk menurunkan suku bunga.
“Dengan data dan informasi yang saya miliki sekarang, jika pertemuan dilakukan besok, saya tidak melihat alasan untuk memangkas suku bunga,” ujarnya di sela-sela simposium Jackson Hole yang dikutip dari Reuters.
Senada, Presiden The Fed Kansas City Jeffrey Schmid menilai kondisi ekonomi saat ini cukup solid.
“Saya pikir kita berada di posisi yang baik, dan untuk mengubah kebijakan saat ini, kita harus mendapatkan data yang sangat jelas,” katanya.
Sementara itu, Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic menyebut masih memperkirakan pemangkasan suku bunga pada tahun ini, namun mengingatkan proyeksi tersebut dikelilingi ketidakpastian.
Baca Juga
“Saya tidak terikat pada angka tertentu,” ujarnya.
Ketiga pejabat tersebut menyampaikan pandangan menjelang pidato utama Powell pada Jumat (22/8/2025), yang sangat ditunggu investor untuk mencari sinyal terkait arah kebijakan pada pertemuan FOMC 16–17 September.
Pasar keuangan saat ini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin bulan depan. Data perekrutan yang lemah pada Juli serta revisi turun signifikan untuk Mei dan Juni memperkuat ekspektasi pelonggaran kebijakan.
Berdasarkan kontrak berjangka, probabilitas pemangkasan mencapai 70%, dengan suku bunga saat ini berada pada kisaran 4,25%–4,50%.
Ekonom Goldman Sachs menilai Powell kemungkinan tidak akan secara eksplisit memberi sinyal pemangkasan pada September. Namun, pasar diperkirakan tetap menangkap indikasi bahwa Powell mendukung langkah tersebut.
Risiko Dua Arah
Tantangan utama The Fed adalah menyeimbangkan pelemahan pasar tenaga kerja dengan inflasi yang masih berada di atas target 2% dan berpotensi meningkat akibat kenaikan tarif impor agresif oleh pemerintahan Trump.
Hammack menegaskan kekhawatirannya terkait inflasi yang masih terlalu tinggi.
“Kekhawatiran terbesar saya adalah inflasi terlalu tinggi selama empat tahun terakhir, dan saat ini bergerak ke arah yang salah,” ujarnya.
Dia menambahkan, perusahaan masih berusaha menahan kenaikan harga akibat tarif, namun kondisi tersebut tidak bisa bertahan lama. Dampak penuh dari tarif baru diperkirakan akan terlihat tahun depan.
Sebagian pejabat The Fed, termasuk Gubernur Christopher Waller, berpendapat dampak tarif hanya bersifat sekali saja. Namun, Hammack mengingatkan bahwa teori dan praktik bisa berbeda.
Laporan ekonom The Fed Atlanta yang dirilis Kamis menunjukkan adanya potensi tarif memicu kembali inflasi tinggi, karena bahkan perusahaan yang tidak terkena tarif langsung sekalipun sudah memperkirakan tekanan harga lebih kuat.
Schmid menekankan perlunya kewaspadaan terhadap ekspektasi inflasi publik.
“Kita harus berhati-hati dengan dampak pemangkasan suku bunga jangka pendek terhadap pola pikir inflasi,” ujarnya.