Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Muram Permintaan Batu Bara Indonesia hingga Akhir Tahun

Lemahnya permintaan batu bara Indonesia dari pasar utama China diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini.
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA)  di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman
Truk membawa batu bara di tambang milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim , Sumatra Selatan, Rabu (18/10/2023). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Lesunya permintaan batu bara dari importir utama, terutama China, diproyeksi akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini. Pelaku usaha pun berupaya mencari pasar ekspor alternatif untuk menutup susutnya penjualan ke Negeri Tirai Bambu itu. 

Berdasarkan data bea cukai China, dilansir dari Bloomberg, Jumat (25/7/2025), impor batu bara oleh China pada Juni 2025 secara keseluruhan mengalami penurunan signifikan hingga 26% year-on-year (yoy) menjadi 33 juta ton, angka terendah sejak Februari 2023.

Penurunan ini utamanya dipimpin oleh anjloknya pembelian batu bara dari Indonesia sebesar 30% yoy, yang pengirimannya mencakup proporsi yang lebih tinggi dari lignit berkalori rendah.

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyebut, turunnya impor batu bara RI oleh China tak lepas dari penggunaan emas hitam domestik Negeri Tirai Bambu.

Plt Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani mengatakan, berdasarkan data internal yang dia kantongi, ekspor batu bara ke China turun sebesar 20,6% yoy sepanjang semester I/2025. Menurutnya, penurunan ekspor ke China itu bisa berlangsung hingga akhir tahun ini.

"Penurunan apabila dibandingkan yoy akan terus terlihat turun hingga akhir tahun secara total. Namun, menjelang kuartal III diprediksi akan lebih baik daripada kuartal IV tahun ini," ucap Gita kepada Bisnis, Kamis (24/7/2025).

Menurutnya, secara natural dalam kondisi seperti ini tingkat keekonomian menjadi pilihan rasional. Hal ini demi mempertahankan biaya karena akan memengaruhi ongkos industri.

Gita pun mengatakan, China dan India masih menjadi pasar utama batu bara Indonesia. Oleh karena itu, meski pengusaha mencari diversifikasi pasar, tidak akan menutup kuantitas ekspor yang hilang dari kedua negara itu.

"Secara overall tidak akan menutup quantity yang hilang dari kedua negara terbesar tujuan Indonesia. Saat ini, Asean dan beberapa negara Asia Selatan menjadi alternatif pasar," kata Gita.

Data Bea Cukai China/Bloomberg
Data Bea Cukai China/Bloomberg

Melansir Bloomberg, turunnya impor batu bara Indonesia oleh China disinyalir lantaran pembangkit listrik China telah beralih dari batu bara kalori rendah akibat kelebihan pasokan domestik yang terus berlanjut.

Meskipun pemangkasan kebutuhan impor turut didorong oleh produksi batu bara dalam negeri China yang mencapai rekor, besarnya penurunan ini tetap mencolok mengingat permintaan listrik untuk pendingin udara biasanya meningkat pada periode Juni.

Selain itu, angka impor tersebut sudah mencakup pembelian batu bara untuk produksi baja yang relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat penurunan permintaan yang lebih tajam terhadap batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik.

"Impor kemungkinan akan terus menurun karena pembangkit listrik China harus memprioritaskan komitmen perdagangan jangka panjang dengan penambang domestik,” kata lembaga pemantau harga lokal cqcoal.com, yang menyebut adopsi energi terbarukan yang lebih cepat dan melemahnya permintaan industri sebagai faktor penekan harga.

Hal ini menjadi masalah bagi para eksportir batu bara Indonesia. Dalam 3 tahun terakhir, China telah meningkatkan impor lignit atau batu bara kalori rendah dari Indonesia dengan mencampurkannya dengan batu bara kualitas lebih tinggi untuk digunakan di pembangkit listrik. Namun, anjloknya harga batu bara domestik China ke level terendah dalam 4 tahun terakhir membuat perusahaan utilitas dapat memperoleh pasokan berkualitas lebih baik dengan harga lebih murah.

Sentimen Negatif Bea Keluar

Selain itu, pemerintah Indonesia juga sedang mempertimbangkan pengenaan pungutan bea keluar untuk batu bara. Hal ini dinilai akan semakin mengurangi daya tarik batu bara Indonesia bagi pembeli di China.

Adapun, pemerintah tengah menggodok wacana pengenaan bea keluar batu bara dan emas untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara. Usulan pengenaan bea keluar untuk emas dan batu bara muncul dalam pembahasan antara Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR RI di Panja Penerimaan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

Pada dasarnya batu bara sudah tidak termasuk komoditas yang dikenai bea keluar sejak 2006. Komoditas batu bara hanya dikenai tarif royalti, yang tergolong sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pungutan bea keluar emas dan batu bara bakal dibuat secara fleksibel. Wacana itu pun direncanakan berlaku mulai tahun depan.

Bahlil mengatakan, pungutan bea keluar untuk batu bara dan emas itu bakal dibuat fleksibel. Dia menjelaskan, saat harga batu bara dan emas sedang tinggi, maka pemerintah bakal mengenakan bea keluar.

Sebaliknya, jika harga komoditas tambang itu sedang anjlok, maka pemerintah bakal membebaskan bea keluar. Bahlil pun menyebut, pemerintah masih menggodok berapa harga keekonomian batu bara dan emas yang layak dikenakan bea keluar.

“Artinya, kalau harganya lagi bagus, boleh dong sharing dengan pendapatan ke negara. Tapi kalau harganya belum ekonomis, ya jangan juga kita susahkan pengusaha,” tutur Bahlil di Kompleks Parlemen, Senin (14/7/2025).

Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) meminta pemerintah mempertimbangkan kembali wacana pengenaan bea keluar untuk batu bara.

Menurut Direktur Utama (Dirut) PTBA Arsal Ismail, pengenaan bea keluar untuk batu bara saat ini kurang tepat. Pasalnya, harga emas hitam pun sedang rendah.

"Kalau kondisi lagi yang sekarang ini ya kita hanya minta mohon dipertimbangkan kembali lah," ucap Arsal di Kompleks Parlemen, Rabu (16/7/2025).

Arsal pun menuturkan, jika harga batu bara sedang bagus, pihaknya tak keberatan pemerintah mengenakan bea keluar. Oleh karena itu, dia meminta pemerintah tak buru-buru menerapkan bea keluar batu bara tersebut.

"Jadi kalau misalnya ada kita keuntungannya naik ada biaya keluar itu kan wajar-wajar saja, tapi kalau misalnya kondisi sekarang harga lagi tidak bagus kami juga masih banyak beban. Tentunya ya harapan kami ya masih dipertimbangkan kembali," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro