Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stok Beras Sempat Kosong di Ritel, Pengusaha Akui Dapat Tekanan

Pengusaha menjelaskan alasan stok beras premium sempat langka beberapa waktu di beberapa gerai ritel modern.
Ketua Umum Aprindo 2024–2028 Solihin saat ditemui seusai acara Indonesia Shopping Festival (ISF) 2025 di Lippo Mall Nusantara, Jakarta, Kamis (14/8/2025). — BISNIS/Rika Anggraeni.
Ketua Umum Aprindo 2024–2028 Solihin saat ditemui seusai acara Indonesia Shopping Festival (ISF) 2025 di Lippo Mall Nusantara, Jakarta, Kamis (14/8/2025). — BISNIS/Rika Anggraeni.

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkap pelaku usaha ritel modern sempat mendapat tekanan untuk menjual beras premium. Hal ini buntut kasus beras oplosan yang tak sesuai mutu dan kualitas.

Ketua Umum Aprindo 2024–2028 Solihin mengatakan imbas mencuatnya kasus beras oplosan, pelaku usaha ritel modern bimbang untuk menjual beras kualitas premium ke masyarakat. Kondisi ini membuat ritel mengurangi stok beras premium.

“Saya peritel punya anggota 54.000, dalam keadaan kemarin anggota saya banyak dipanggil oleh polisi. Kenapa? Ya, karena menjual beras yang diumumkan, sehingga kita mengurangi lah,” kata Solihin saat ditemui seusai acara Indonesia Shopping Festival (ISF) 2025 di Lippo Mall Nusantara, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Meski begitu, dia mengungkap bahwa pemerintah tetap menginginkan agar merek-merek beras yang disebut dalam kasus oplosan tetap dipajang di rak penjualan (display).

Di sisi lain, lanjut Solihin, aparat kepolisian justru memanggil peritel untuk dimintai keterangan. Dia mengakui situasi ini semakin membuat peritel menjadi tidak leluasa menjual beras premium.

“Tapi reaksi daripada teman-teman kepolisian, memintai keterangan peritel itu juga menjadi suatu hal yang membuat kita kurang nyaman,” ujarnya.

Bukan hanya itu, Solihin menyatakan sebagian masyarakat juga menginginkan agar merek beras oplosan tidak dipajang di rak ritel. Bahkan, sambung dia, juga ada pemerintah daerah yang secara langsung meminta agar merek beras oplosan yang diumumkan polisi diturunkan dari rak. 

“Ada pemerintah daerah yang menginginkan itu [menurunkan merek beras premium oplosan]. Ada masyarakat juga, enggak semuanya lah,” bebernya.

Imbasnya, situasi ini semakin membuat peritel sulit menjual dan mulai mengurangi pasokan beras premium. “Kami juga sebagai pedagang, enggak menginginkan kita dagang, tapi enggak nyaman. Saya milih enggak dagang,” tuturnya.

Solihin menjelaskan stok beras yang dimiliki ritel modern terbatas ini terjadi lantaran merek beras premium yang tak sesuai mutu itu tidak mengirimkan pasokan ke gerai ritel modern.

“Cuma memang stoknya nipis kan, otomatis. Iya, yang brand-brand [beras premium tidak sesuai mutu] ini. Stoknya mau nipis. Kenapa? Barang enggak dikirim, stok yang ada tipis. Otomatis begitu kita di-display, habis,” ungkapnya.

Selain itu, Solihin mengungkap stok beras premium yang terbatas itu juga disebabkan banyak produsen beras yang sudah tidak lagi memproduksi kualitas premium.

“Stok beras premium pada saat ini banyak produsen yang sudah tidak memproduksi lagi. Lebih dari satu, kalau saya bilang banyak lebih dari satu lah,” terangnya.

Tersangka Kasus Beras Oplosan

Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah menetapkan tiga tersangka dari PT Padi Indonesia Maju (PIM) terkait dengan kasus beras oplosan yang tidak sesuai standar mutu.

Adapun, modus yang dilakukan adalah dengan memproduksi beras premium yang tidak sesuai standar mutu SNI Beras Premium Nomor 6/128/2020 yang telah ditetapkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017.

Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri telah menyita barang bukti yang digunakan dalam kasus beras oplosan, yakni 13.740 karung beras, beras patah beras premium merek Sania, Fortune, Sofia, dan SIIP dalam kemasan 2,5 kg dan 5 kg.

Serta, beras patah besar sebanyak 53,150 ton dalam kemasan karung, beras patah kecil 5,750 ton dalam kemasan karung, dan dokumen legalitas serta sertifikat penunjang.

Dalam catatan Bisnis, Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap sebanyak 212 merek beras (kualitas premium dan medium) mencapai sebanyak 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66% tidak sesuai berat kemasan.

Data tersebut sebagaimana mengacu pada investigasi selama 6–23 Juni 2025 yang melibatkan 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro