Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasio Pajak Semester I/2025 Turun, Target 11% Sulit Tercapai

Rasio pajak Indonesia turun menjadi 8,42% pada semester I/2025, lebih rendah dari 9,49% tahun lalu. Target 11% sulit tercapai karena faktor nonekonomi.
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik-8photo
Ilustrasi pajak. / dok. Freepik-8photo
Ringkasan Berita
  • Rasio pajak Indonesia pada semester I/2025 turun menjadi 8,42% dari 9,49% pada periode yang sama tahun lalu, membuat target 11% sulit tercapai.
  • Penurunan rasio pajak dipengaruhi oleh faktor nonekonomi seperti kenaikan restitusi, penyesuaian tarif efektif rata-rata pajak penghasilan, dan gangguan teknis Coretax.
  • Meskipun penerimaan pajak diproyeksikan mencapai 94% dari target APBN, rasio pajak 11% masih dianggap sulit dicapai dalam waktu dekat.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Rasio pajak terhadap produk domestik bruto hanya sebesar 8,42% pada semester I/2025, atau lebih rendah dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,49%. Target rasio pajak 11% pun dinilai tak akan terwujud dalam waktu dekat.

Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku tidak heran apabila rasio pajak Semester I/2025 turun. Menurutnya, penurunan itu lebih banyak dipengaruhi faktor nonekonomi semester seperti ada kenaikan restitusi, penyesuaian tarif efektif rata-rata pajak penghasilan karyawan (TER PPh 21), sampai dengan masalah teknis seperti gangguan implementasi Coretax.

"Kondisi ini sama dengan tahun lalu, meski tak sebesar tahun lalu—yang tidak ada masalah teknis seperti Coretax," ujar Fahry kepada Bisnis, Rabu (13/7/2025).

Sebagai perbandingan, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp978,3 triliun selama semester I/2025 atau baru mencapai 39,3% dari target APBN. Sementara pada periode yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.028,04 triliun atau setara 44,51% dari target APBN.

Fajry meyakini kinerja perpajakan pada tahun ini mengikuti pola yang sama pada tahun lalu, yang mana akan ada perbaikan sampai akhir tahun. Menurutnya, rasio pajak akan naik sejalan dengan perbaikan kinerja penerimaan pajak mengingat dampak dari faktor nonekonomi akan di-offset pada semester II/2025.

CITA, sambungnya, memproyeksi realisasi pajak sepanjang tahun ini ada dalam kisaran 94%. Angka itu hampir sama dengan outlook Kementerian Keuangan, yang mempromosikan penerimaan pajak mencapai Rp2.076,9 triliun selama 2025 atau 94,9% dari target APBN.

"Artinya, penerimaan pajak untuk tahun ini masih akan tumbuh positif," jelas Fajry.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memproyeksikan rasio pajak 2025 mencapai 10,03%. Sedangkan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menargetkan rasio pajak 11% 'dalam waktu dekat'.

Fahry menilai jika realisasi penerimaan pajak sampai 94% dari target APBN serta penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai target maka rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB sebesar 10%, sesuai proyeksi Sri Mulyani, masih memungkinkan.

"Sedangkan rasio perpajakan sebesar 11% [sesuai proyeksi Bimo Wijayanto] masih sulit, termasuk untuk tahun depan," ungkapnya.

Rasio Pajak Turun ketika Ekonomi Naik

Rasio pajak terhadap produk domestik bruto hanya sebesar 8,42% pada semester I/2025. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi rasio pajak pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,49%.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp11.612,9 triliun hingga semester I/2025.

Sementara berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp978,3 triliun pada semester I/2025. Perinciannya, penerimaan pajak sebesar Rp831,3triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp147 triliun.

Dari data-data tersebut dapat diperoleh angka rasio pajak Indonesia pada paruh pertama tahun ini.

Rumus perhitungan rasio pajak sendiri yaitu: (total penerimaan perpajakan / PDB) × 100%.

Jika kita masukkan datanya maka: (Rp978,3 triliun / Rp11.612,9 triliun) × 100% = 8,42%

Artinya, rasio pajak pada semester I/2025 sebesar 8,42%. Angka tersebut anjlok dibandingkan realisasi semester I/2024 sebesar 9,49%.

Pada paruh pertama tahun lalu, penerimaan perpajakan sebesar Rp1.028,04 triliun. Sementara PDB mencapai Rp10.825 triliun.

Jika kita masukkan datanya: (Rp1.028,04 triliun / Rp10.825 triliun) × 100% = 9,49%. Artinya, rasio perpajakan semester I/2024 adalah 9,49%.

Menariknya, penurunan rasio pajak itu terjadi ketika adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, BPS menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% pada kuartal II/2025 atau lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun lalu sebesar 5,05%.

Menanggapi hal tersebut, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal melihat bahwa tidak ada yang aneh dari fenomena rasio pajak turun ketika ekonomi tumbuh.

"Karena tidak semua penerimaan pajak kita itu langsung berhubungan dengan PDB pada saat yang bersangkutan," ujar Yon dalam sebuah diskusi di Kantor Celios, Jakarta, dikutip Rabu (13/8/2025).

Dia mencontohkan, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) bisa langsung mencerminkan ekonomi secara langsung karena ada sistem kredit pajak. Sebaliknya, penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) Badan dan Orang Pribadi tidak bisa langsung mencerminkan kondisi ekonomi saat itu.

Menurut Yon, angsuran korporasi yang dibayar saat ini merupakan cerminan kinerja perusahaan tahun lalu. Oleh sebab itu, jika kinerja perusahaan-perusahaan tahun lalu bagus maka penerimaan PPh Badan akan terlihat bagus tahun ini.

"Nah kalau dia sekarang lagi jelek, itu tercerminnya nanti di tahun depan. Ya walaupun perusahaan punya kan ya namanya dinamisasi dan sebagainya," jelasnya.

Kendati demikian, Yon meminta setiap pihak bersabar karena Kemenkeu masih akan terus meninjau angka-angka yang masuk. Dia berjanji Kemenkeu akan memberikan paparan yang lebih detail terkait fenomena itu pada saat konferensi pers APBN Kita.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro