Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDB) Eddy Abdurrachman mengungkapkan saat ini pemerintah tengah meramu besaran tarif pungutan ekspor komoditas kakao. Harapannya dapat diimplementasikan pada tahun ini.
Eddy menuturkan bahwa pada dasarnya kebijakan pungutan ekspor (PE) kakao diterapkan untuk membiayai program-program BPDP yang terkait dengan kakao. Baik program replanting, dukungan sarana prasarana, maupun pengembangan sumber daya manusia (SDM).
“Itu kan perlu revenue untuk mendanai, itu dapatnya dari mana? Ya, dari PE,” ujarnya usai melaksanakan rapat bersama Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (23/7/2025).
Untuk diketahui, saat ini perdagangan kakao ke luar negeri hanya diberlakukan bea keluar (BK). Di mana tarif BK biji kakao berkisar dari 0% hingga 15% tergantung pada harga referensi (HR) yang berlaku.
Terkait besaran tarif PE kakao, Eddy belum dapat menyampaikan angkanya lebih detail. Dirinya menekankan bahwa pungutan ekspor nanti akan berjalan beriringan dengan BK yang tetap maksimal 15%.
“Agar tidak memberikan beban kepada pengusaha atau petani yang sebelumnya dibebankan BK 15%, nanti mungkin beban di ekspor itu akan tetap, hanya nanti revenue-nya yang akan terbagi. Akan terbagi sebagian ke BK, sebagian ke PE,” jelasnya Eddy.
Baca Juga
Padahal, sebelumnya muncul opsi bea keluar untuk biji kakao akan dialihkan atau dikonversi ke pungutan ekspor.
Menanggapi batalnya rencana tersebut, Eddy menyampaikan bahwa perubahan tersebut wewenang Kementerian Keuangan.
Sementara terkait waktu implementasi pungutan ekspor kakao, Eddy menyampaikan bahwa hal tersebut akan bergantung pada prosesnya yang harus melalui sejumlah proses. Mulai dari uji publik, harmonisasi peraturan, dan output-nya dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK).
“Diupayakan enggak lebih dari 2 bulan itu sudah harus bisa,” lanjutnya.
Untuk diketahui, bea keluar menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Sampai dengan semester I/2025, penerimaan dari BK tercatat senilai Rp14,6 triliun atau telah mencapai 327,6% target APBN.
Angka tersebut juga tumbuh 80,4% (year on year/YoY), didorong kenaikan harga CPO dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.