Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi rencana dan target yang telah ditetapkan pada cetak biru sistem logistik dinilai belum optimal yang disebabkan oleh sejumlah persoalan.
Ekonom Samudera Indonesia Research Initiatives As’ad Mahdi menjelaskan pengembangan cetak sistem logistik tersebut tidaklah optimal karena payung hukum yang digunakan yakni Peraturan Presiden atau Perpres berada di hierarki peraturan yang relatif lemah atau rendah.
Selain itu, rencana aksi yang dirumuskan tidak memiliki indikator pendukung seperti kajian mengenai analisa biaya dan manfaat. Dengan hasil evaluasi tersebut, As'ad meminta agar implementasi cetak biru pengembangan sistem logistik nasional perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pemerintah, sebutnya, perlu mendorong sinergi antara rencana aksi yang dilakukan pada tahap I agar selaras dengan program dan kegiatan yang tercantum pada Instruksi Presiden (Inpres) No.5/2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.
"Inpres yang menjadi bentuk implementasi lebih lanjut dari Sislognas ini belum dapat mengakomodir keseluruhan aspek yang tercantum pada Perpres No.26/2012," ujarnya, Kamis (28/7/2022).
Pada konteks cetak biru pengembangan sistem logistik nasional, bentuk peraturan yang digunakan adalah Peraturan Presiden dan implementasinya membutuhkan waktu sekitar 15 tahun (2011-2025).
Baca Juga
Sementara itu, Indonesia menganut rezim penggantian kepemimpinan setiap 5 tahun sekali. Penggunaan Perpres sebagai landasan peraturan pengembangan sistem logistik nasional pun menjadi kurang tepat.
Pengaturan terkait dengan pengembangan logistik nasional memerlukan tingkatan hukum yang lebih tinggi sehingga dapat menjamin keberlangsungan implementasinya dalam jangka panjang.
Selain soal jenis aturan yang kurang tepat, As'ad juga menyebut bahwa rencana aksi dalam aspek kepelabuhanan menjadi salah satu kelemahan yang ada pada cetak biru pengembangan sistem logistik nasional.Misalnya saja rencana aksi untuk pengembangan pelabuhan hub internasional di Kawasan Timur (Bitung, Sulawesi Utara) dan Barat (Kuala Tanjung, Sumatera Utara).
Pembangunan pelabuhan hub internasional di kedua wilayah ini belum didukung dengan kondisi perdagangan internasional dan domestik yang optimal.