Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cetak Biru Logistik Nasional Belum Optimal, Ini Alasannya

Ekonom menilai realisasi cetak biru sistem logistik nasional hingga saat ini belum optimal.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Pada 2021, nilai ekspor di provinsi Sulawesi Utara hanya mencapai US$1,08 miliar (0,47 persen dari total ekspor nasional) dan nilai impornya hanya mencapai US$96,87 juta (0,05 persen dari total impor nasional).

Selain itu, perdagangan domestik provinsi ini pada 2020 juga menunjukkan kontribusi yang rendah secara nasional, yakni dengan nilai pembelian sebesar Rp12,49 triliun (1,04 persen dari total pembelian nasional) dan nilai penjualan sebesar Rp l7,19 triliun (0,60 persen dari total penjualan nasional).

Hal serupa juga terlihat di provinsi Sumatera Utara dengan nilai ekspor pada 2021 hanya mencapai US$11,86 miliar (5,12 persen dari total ekspor nasional) dan nilai impornya hanya mencapai US$ 5,09 miliar (2,60 persen dari total impor nasional).

Selain itu, perdagangan domestik provinsi pada 2020 juga menunjukkan kontribusi yang rendah dengan nilai pembeliannya hanya mencapai Rp48,28 triliun (4,03 persen dari total pembelian nasional) dan nilai penjualannya sebesar Rp23,31 triliun (1,95 persen dari total penjualan nasional).

Idealnya, setiap rencana aksi yang tercantum di dokumen cetak biru juga mencantumkan hasil kajian kesiapan faktor pendukungnya sehingga dapat menjamin bahwa rencana aksi yang dilakukan dapat
mencapai target pengembangan Sislognas. Target tersebut adalah penurunan biaya logistik nasional dan peningkatan skor LPI Indonesia.

Oleh karena itu, apabila pemerintah Indonesia ingin mewujudkan penurunan biaya logistik nasional sampai dengan level optimal, idealnya perencanaan yang dilakukan memiliki payung hukum yang kuat dan kajian yang mendalam.

Perencanaan tersebut sebaiknya dilakukan berdasarkan kajian-kajian mengenai manfaat biaya dari setiap alternatif pembangunan yang ada untuk sistem logistik nasional. Khususnya pada aspek kepelabuhanan.

Adapun, Pada 2012, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Penyusunan cetak biru ini dilandaskan oleh kinerja sistem logistik nasional yang masih belum optimal.

Salah satunya tercermin dari masih tingginya biaya logistik nasional yang mencapai 27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pengembangan sistem logistik nasional akan dibagi menjadi tiga tahapan implementasi. Tahap I (2011 – 2015), Tahap II (2016 –2020), dan Tahap III (2021 – 2025) dengan masing-masing target tahapan adalah untuk menurunkan biaya logistik nasional dan meningkatkan skor LPI Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper