Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut sejumlah sektor manufaktur akan mengalami pelemahan permintaan pasar pada kuartal III/2025.
Sebab, umumnya periode libur sekolah Juni–Juli yang memicu lonjakan belanja seperti wisata, transportasi, makanan-minuman, hingga pakaian, masuk ke kuartal ketiga konsumsi rumah tangga biasanya kembali ke pola normal.
Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin mengatakan pada kuartal ketiga ini masyarakat akan fokus pada belanja untuk kebutuhan rutin, sehingga tingkat permintaan tidak setinggi saat liburan.
“Dampaknya ke manufaktur cukup terasa, subsektor yang bergantung pada konsumsi non-rutin seperti pakaian, rekreasi, barang tahan lama mengalami perlambatan order,” kata Saleh kepada Bisnis, Kamis (28/8/2025).
Namun, Saleh melihat masih ada industri yang akan stabil permintaannya seperti sektor yang memproduksi kebutuhan dasar yakni makanan-minuman, farmasi, dan perlengkapan sekolah relatif lebih stabil.
Di samping itu, dia menyebut tren normalisasi konsumsi masyarakat ini membuat sumbangan permintaan domestik ke pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tetap ada, namun tidak sekuat kuartal sebelumnya.
Baca Juga
“Sektor manufaktur yang melambat akibat turunnya permintaan barang non-rutin ikut menahan laju pertumbuhan. Di sisi eksternal, ekspor masih tertekan oleh harga komoditas dan permintaan global yang lesu,” jelasnya.
Menurut Saleh, kombinasi faktor ini membuat pertumbuhan kuartal III/2025 diproyeksi tetap positif, meskipun kecepatan pertumbuhannya lebih moderat dibanding kuartal kedua.
Jika dilihat dari sisi kredit perbankan periode ini mengalami penurunan ke 7,03% dari bulan sebelumnya 7,77%. Penurunan ini terutama terjadi pada kredit modal kerja.
“Ini sejalan dengan sikap hati-hati pelaku usaha di tengah permintaan yang melandai pasca liburan dan pasar global yang tidak terlalu kondusif,” imbuhnya.
Saleh menyebut banyak perusahaan memilih mengerem ekspansi atau menggunakan kas internal untuk menopang operasional. Alhasil, perlambatan kredit ini lebih mencerminkan strategi efisiensi dan mitigasi risiko, bukan berhentinya aktivitas bisnis.