Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Energi China, Peluang atau Nestapa Industri Tekstil?

Kkrisis energi di China dan India yang juga berarti tersendatnya pasokan bahan baku impor. Namun absennya produsen pesaing seperti China dan Vietnam dari pasar domestik memunculkan celah yang bisa diisi oleh pelaku industri dalam negeri.
Karyawan mengoperasikan mesin bordir di salah satu rumah produksi tekstil yang ada di Jakarta, Senin (23/2). /Bisnis-Nurul Hidayat
Karyawan mengoperasikan mesin bordir di salah satu rumah produksi tekstil yang ada di Jakarta, Senin (23/2). /Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut krisis energi di berbagai negara seperti China dan India sebagai peluang industri tekstil ekspansi di pasar dalam negeri.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan kondisi penanganan pandemi yang membaik, ketersediaan bahan baku, dan pasokan energi di dalam negeri harus menjadi peluang pertumbuhan industri.

"Produsen ekspor tekstil dan produk tekstil seperti China, Vietnam, Myanmar, itu penanganan Covid-nya lebih jelek [dari Indonesia]. Banyak order lari ke Indoensia, karena pemulihan ekonomi pasca PPKM sudah cukup baik dan kami harapkan momentum ini jangan sampai lepas," kata Jemmy, Jumat (15/10/2021).

Jemmy juga menyebut, momentum pemulihan ditandai dengan rekrutmen yang cukup tinggi di industri tekstil setelah pelonggaran PPKM. Hanya saja, dia menekankan ketersediaan serta keterjangkauan harga batu bara industri di dalam negeri dapat menghambat peluang tersebut.

"Jangan sampai batu bara habis diekspor sedangkan Indonesia kekurangan," imbuhnya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menambahkan, krisis energi di China dan India bukanlah ancaman bagi industri TPT dalam negeri. Begitu pula dengan naiknya harga kapas di pasar dunia.

Absennya produsen pesaing seperti China dan Vietnam dari pasar domestik memunculkan celah yang bisa diisi oleh pelaku industri dalam negeri. Hal itu juga didukung oleh perbaikan daya beli masyarakat setelah pelonggaran pergerakan.

"Buat kami lebih banyak kesempatan dibanding hambatannya. Kesempatannya sangat besar karena demand-nya sangat besar," ujar Redma.

Permintaan ekspor juga cukup tinggi, hanya saja terganjal tarif pengapalan yang masih tinggi. Namun kendala tersebut disinyalir akan segera diatasi dengan fasilitasi kontainer oleh Kementerian Perdagangan.

Selanjutnya, krisis energi di China dan India yang juga berarti tersendatnya pasokan bahan baku impor, diharapkan dapat mendorong integrasi industri dari hulu ke hilir.

"Saya kira beberapa company yang ekspor pun sudah mulai berkolaborasi dengan industri di dalam negeri untuk penyedia bahan baku," imbuh Redma.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper