Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Pakaian RI ke AS Naik 10,18%, Bagaimana Nasib Usai Tarif Trump Berlaku?

Ekspor pakaian Indonesia ke AS dikhawatirkan menurun usai berlakunya tarif Trump 19%.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Ekspor produk pakaian jadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mengalami peningkatan signifikan hingga 10,18% (year-on-year/yoy) sebelum tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump berlaku sebesar 19%. 

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor produk pakaian dan aksesoris serta rajutan (HS 61-61) ke Amerika Serikat meningkat 10,18% (year-on-year/yoy) pada semester I/2025 senilai US$2,34 miliar dengan volume 104,2 juta kg. 

Nilai ekspor produk tersebut lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama sebelumnya senilai US$2,12 miliar dengan volume 87 juta kg dan meningkat dari semester I/2023 sebesar US$2,09 miliar dengan volume 80,7 juta kg. 

Adapun, total ekspor Indonesia ke AS sepanjang semester I/2025 senilai US$14,79 miliar. Sementara itu, nilai impor Indonesia dari AS sebesar US$4,87 miliar. Artinya, Indonesia mencatatkan surplus US$9,92 miliar. 

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan pihaknya cukup lega dengan penurunan tarif dari 32% menjadi 19%. 

Namun, tambahan tarif bea masuk ke AS itu tetap dinilai tinggi dan dapat berpotensi menurunkan ekspor tekstil Indonesia. 

“Dengan adanya tambahan tarif ini, importasi AS kemungkinan besar akan turun drastis sehingga pangsa pasar produk impor juga turun dan ini akan berimbas pada penurunan ekspor kita,” kata Redma kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025). 

Meskipun demikian, dengan tarif China (30%) dan India (25%) yang masih lebih tinggi dari Indonesia, maka ada porsi sisa impor AS yang ditinggalkan China dan India. 

“Ekspor kita bisa stabil atau bahkan bisa naik jika bisa mengisi pangsa pasar yang ditinggalkan China dan India,” jelas Redma. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan ekspor pada semester I/2025 disebabkan oleh adanya front loading ekspor ke Amerika Serikat oleh para pelaku usaha. 

Menurut Bendahara negara itu, kondisi tersebut mengingat pemberlakuan tarif baru akan dimulai pada 7 Agustus 2025 mendatang. 

"Jadi banyak pesanan ekspor sebelum kenaikan tarif itu dilakukan, bahkan sesudah terjadi pengumuman tersebut," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8/2025). 

Ke depannya, Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan mencermati secara hati-hati dampak keputusan Trump yang menetapkan tarif impor 19% untuk Indonesia. Tarif tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pungutan yang diumumkan Trump pada April lalu sebesar 32%.

"Kita harapkan momentum akan terjaga di kuartal tiga dan empat," jelas Sri Mulyani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro