Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan meyakini krisis energi yang dihadapi berbagai negara akibat naiknya harga komoditas migas tidak akan mengganggu neraca perdagangan yang telah mencetak surplus dalam 16 bulan terakhir.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan mengatakan Indonesia justru bisa menjadikan situasi ini sebagai peluang. Permintaan komoditas energi menjadi kesempatan peningkatan ekspor batu bara yang merupakan penyumbang surplus terbesar kedua bagi RI.
“Dengan peluang tersebut dan ditambah dengan harga batu bara yang terus mengalami peningkatan, diharapkan ekspor batu bara Indonesia dapat meningkat dan lebih lanjut meningkatkan sumbangan terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia,” kata Kasan, Kamis (14/10/2021).
Namun, dia mengatakan pemerintah juga memperhatikan kebutuhan dalam negeri dan ketersediaan pasokan batu bara dalam negeri. Sebagaimana diketahui, batu bara merupakan produk yang tidak dapat diperbaharui.
Kasan mengatakan kenaikan harga energi tetap akan memberikan kontribusi positif terhadap neraca perdagangan. Meski demikian, pemerintah juga menyadari situasi ini akan memicu kenaikan biaya produksi produk nonmigas dan berimbas ke permintaannya di pasar global.
“Namun kami melihat tekanan tersebut masih dapat di-trade off dengan surplus komoditas batu bara, minyak sawit, dan nikel,” kata dia.
Mengacu pada data BPS yang diolah BPPP Kemendag, CPO dan turunannya menjadi komoditas penyumbang surplus terbesar dengan nilai surplus sebesar US$20,46 miliar per Agustus 2021. Posisi CPO disusul oleh batu bara dengan surplus senilai US$16,40 miliar.
Besi dan baja menjadi penyumbang surplus terbesar selanjutnya dengan nilai mencapai US$5,84 miliar. Produk alas kaki dan olahan karet turut menyumbang surplus dengan nilai masing-masing US$3,49 miliar dan US$3,41 miliar.