Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Sarmuji menilai kebijakan pemerintah mengatur HET untuk beras premium tidak rasional mengingat beras ini rata-rata dibeli oleh kelas menengah ke atas. Anggota Fraksi Golkar itu menyebut, kalangan menengah ke atas ini rata-rata tidak ‘peka’ terhadap penyesuaian harga.
“Kalau untuk kalangan menengah atas, jangankan beras yang sekitar Rp16.000-Rp17.000 per kilogram, beras porang Rp90.000 aja dibeli,” kata Sarmuji dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Rabu (13/3/2024).
Menurutnya, HET beras premium perlu dipertimbangkan kembali mengingat mayoritas pembeli beras tersebut merupakan masyarakat kalangan menengah ke atas.
Selain HET premium, Sarmuji menyebut bahwa HET beras secara keseluruhan perlu dievaluasi kembali mengingat saat ini harga gabah kering panen (GKP) sudah di level Rp7.200 per kilogram, tetapi HET untuk beras medium masih dipatok Rp10.900 per kilogram.
Dia menduga, kelangkaan stok beras yang terjadi beberapa waktu lalu di ritel-ritel modern lantaran produsen beras tidak mau rugi. Pasalnya, peritel tetap mengikuti HET yang ditetapkan, sedangkan biaya produksi sudah melebihi HET.
“HET beras premium perlu dievaluasi menurut saya. Kalau medium silahkan ada HET, tapi harus rasional,” ujarnya.