Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) dan Shell Upstream Oversas Ltd telah mencapai kesepakatan terkait dengan nilai serta termin waktu pembayaran divestasi 35 persen hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell di Blok Masela.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury menuturkan, Pertamina telah melaporkan kesepakatan ihwal negosiasi peralihan hak partisipasi 35 persen tersebut awal bulan ini.
“Intinya pihak Pertamina sudah melaporkan bahwa sudah ada kesepakatan mengenai nilai dan juga akan dibayarkan dalam dua kali pembayaran,” kata Pahala saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Sementara itu, Pahala mengatakan, pembicaraan ihwal potensi kerja sama pengembangan lapangan dengan Petroliam Nasional Berhad atau Petronas masih terus berproses di tengah rampungnya negosiasi divestasi antara Pertamina dan Shell.
Di sisi lain, Pahala menerangkan, Pertamina dan Petronas tidak membentuk usaha patungan atau joint venture (JV) pada saat pengembangan lapangan. Dia menambahkan, akuisisi itu dilakukan masing-masing dengan kepemilikan PI pada ladang gas yang telah lama mangkrak tersebut.
“Jadi yang participating bagian dari interest-nya ini yang pasti akan kita lakukan oleh Pertamina, mengenai Petronas sendiri nanti akan perlu dibicarakan lebih lanjut,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, saat awal membentuk konsorsium, Pertamina dan Petronas, sepakat untuk kepemilikan saham masing-masing berada di angka 20 persen dan 15 persen.
Hanya saja, Tjip mengatakan, komposisi saham antar grup konsorsium itu masih dibahas mendekati penyelesaian perjanjian jual beli (sales and purchase agreement/SPA) divestasi bulan ini.
“Porsi rencana waktu awal mereka untuk mulai kerja sama untuk masuk di Abadi Masela seperti itu, tapi kan terakhinya penyelesaian SPA dan sebagainya itu seperti apa kita masih tunggu laporan dari Pertamina,” kata Tjip saat ditemui Bisnis, Rabu (5/7/2023).
Adapun, puncak produksi gas yang dihasilkan dari Lapangan Abadi Blok Masela diperkirakan mencapai 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan 150 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar tersebut ditargetkan dapat memulai produksinya pada kuartal II/2027.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif mengatakan, proyek pengembangan Blok Masela bakal tetap menggunakan sistem kombinasi darat (onshore) dan laut (offshore) untuk memastikan nilai investasi dari rencana pengembangan lapangan atau plan of development (PoD) saat ini.
“Ya kalau diubah kan nanti bisa berubah lagi target produksinya,” kata Arifin saat ditemui selepas acara peluncuran buku karya Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Lewat sistem kombinasi itu, pengeboran dasar laut bakal dilakukan di kedalaman 600 meter serta kedalaman sumur 4.000 meter, gas yang didapat akan diolah dalam bangunan apung bernama floating production, storage and offloading (FPSO) untuk dimurnikan dari kandungan zat lain.
Setelah dimurnikan di FPSO, gas bakal disalurkan menuju kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang ada di darat melalui pipa bernama Gass Export Pipeline (GEP) yang berjarak 175 kilometer serta melalui palung-palung laut.
Portofolio Blok Abadi Masela menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang dan beberapa negara Asia lainnya.