Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan perjanjian jual beli (sales and purchase agreement/SPA) 35 persen saham Shell Upstream Overseas Ltd di Blok Masela dengan konsorsium PT Pertamina (Persero) rampung bulan ini.
SKK Migas menyatakan kedua perusahaan belakangan telah sampai pada kesepakatan ihwal nilai divestasi untuk pengalihan hak pengelolaan salah satu lapangan gas terbesar di dunia tersebut pertengahan tahun ini.
“Direncanakan tanda tangan Juli 2023,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat dikonfirmasi Bisnis, Senin (3/7/2023).
Pertamina disebut akan menggandeng perusahaan migas asal Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas sebagai anggota konsorsium untuk divestasi Shell tersebut.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa Shell dan Pertamina telah menyepakati harga akuisisi saham Shell di Blok Masela. Arifin enggan membocorkan besaran harga tersebut. Namun, menurutnya, harga yang ditawarkan Shell telah sesuai dengan harapan Pertamina.
"Angka sudah ada. Masuk lah dalam targetnya yang akan ngambil PI [participating interest]," ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, dikutip Sabtu (17/6/2023).
Baca Juga
Arifin pun menuturkan bahwa sebagai bentuk komitmen Pertamina mengambil alih saham Shell, Pertamina akan menyetor 50 persen dari harga jual saham yang ditawarkan Shell terlebih dahulu.
"Akan diselesaikan akhir bulan ini, itu [pembayaran] separuhnya. Separuh dulu sebagai tanda jadi," katanya.
Dia sempat membeberkan bahwa Shell belakangan mulai luluh untuk memberikan harga penawaran kepada Pertamina dengan harga di bawah US$1 miliar atau sekitar Rp14,8 triliun (asumsi kurs US$14.853 per US$).
Akhir bulan lalu, Arifin mewanti-wanti agar penyelesaian divestasi Blok Masela rampung akhir Juli 2023. Tenggat itu diberikan lantaran kedua proyek migas raksasa itu sudah lama terbengkalai yang belakangan berpotensi mengoreksi lini masa produksi migas nasional, 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar gas standar kubik per hari pada 2030 mendatang.
“Masela [dan IDD] kita harapkan akhir Juli harus ada kepastian kalau nggak kita ambil pemikiran lain,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/6/2023).
Dia menekankan pemerintah bakal bertindak tegas jika Shell tidak kunjung segera menyelesaikan proses jual beli saham tersebut bulan depan. Malahan, dia menuturkan, pemerintah bakal memutus kontrak kedua perusahaan migas internasional itu untuk menarik kembali pengelolaan aset pada negara.
“Makanya kita minta harus ada kepastian,” kata dia.