Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan target 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) tidak bergeser dari 2030 kendati sejumlah rencana proyek migas raksasa belakangan mundur.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, target itu mesti tetap dipegang untuk menjaga iklim investasi serta rencana peningkatan produksi migas di dalam negeri beberapa tahun terakhir.
“Kita masih mengacu kepada target jangka panjang tersebut, dalam rangka menjaga spirit transformasi,” kata Tjip, sapaat karibnya, kepada Bisnis, Senin (26/6/2023).
Tjip mengakui sejumlah proyek strategis sempat molor dari rencana produksi komersial, seperti proyek Tangguh LNG Train 3 di Papua Barat serta proyek pengembangan Lapangan Unitasi Jambaran Tiung Biru (JTB), Jawa Timur.
Selain itu, pengerjaan untuk dua aset migas raksasa, Blok Masela dan proyek migas laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) masih terkendala lantaran pandemi dan isu divestasi yang berlarut hingga pertengahan tahun ini.
“Memang ada beberapa proyek yang mundur penyelesaiannya maupun pelaksanaannya,” kata dia.
Baca Juga
Di sisi lain, dia memastikan, lembaganya tengah berupaya untuk mendorong produksi lebih intensif pada rentang waktu yang tersisa menuju 2030 mendatang.
SKK Migas belakangan mendorong percepatan produksi dari hasil kegiatan eksplorasi sejumlah sumur serta mengarahkan KKKS untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi target high risk dan play opener.
“Terus berupaya mencari terobosan, untuk mengejar gap yang terjadi,” kata Tjip.
Sebelumnya, pemerintah bersama dengan Komisi VII DPR RI sepakat untuk menurunkan asumsi makro capaian lifting migas pada usulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 awal bulan ini.
Penyesuaian asumsi makro lifting migas itu disebabkan karena tren penurunan alamiah sejumlah lapangan yang ikut mengoreksi torehan lifting beberapa waktu terakhir.
Saat itu, pemerintah bersama dengan legislatif sepakat untuk menurunkan lifting minyak dan gas masing-masing berada di rentang 615.000-640.000 bopd dan 1,030-1,036 juta boepd.
Asumsi usulan RAPBN 2024 itu lebih rendah dari ketetapan target lifting tahun ini di angka masing masing 660.000 bopd dan 1,1 juta boepd. Sementaraitu, target tahun ini lebih dahulu terkoreksi dari rencana lifting pada APBN 2022 dengan target lifting minyak 703.000 bopd dan 1,036 juta boepd.
Wakil Kepala SKK Migas Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan, turunnya target lifting migas dari tahun ke tahun disebabkan karena kondisi lapangan yang sudah memasuki fase penurunan produksi alamiah yang serius.
Nanang meminta parlemen untuk memberi waktu pelandaian target lifting sembari berupaya meningkatkan produksi di beberapa lapangan tersedia saat ini.
“Menurut kami, kita diberi kelonggaran waktu dulu sekarang, harus ada perbaikan yang signifikan pada realibility produksi kita, sebagian tertunda karena belum bisa kita produksi karena realibility dari pipa kita,” kata Nanang saat menerangkan turunnya usulan lifting migas saat rapat bersama Komisi VII, Senin (5/6/2023).