Bisnis.com, JAKARTA — Penyaluran skema subsidi energi menjadi perhatian seiring dengan kenaikan alokasi anggaran menjadi Rp210,1 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Dalam buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, subsidi energi terdiri atas subsidi jenis BBM tertentu dan LPG 3 kg, serta subsidi listrik. Pada 2021-2024, realisasi subsidi energi mengalami perkembangan yang fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Pada 2021, anggaran subsidi energi tercatat Rp140 triliun, sementara pada 2024 tembus Rp177 triliun.
Adapun, outlook tahun anggaran 2025, subsidi energi diperkirakan meningkat menjadi Rp183,8 triliun. Artinya, anggaran pada 2026 meningkat 14,31% dibandingkan tahun ini.
Ekonom Senior CORE Muhammad Ishak mengatakan, dari perspektif ekonomi makro, subsidi energi masih diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, yang diperkirakan masih akan lemah pada tahun mendatang.
Apalagi, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2026 hanya sebesar 4,8%.
“Dan kunci keberhasilan pengaturan subsidi adalah tersedianya data penerima subsidi yang akurat,” kata Ishak kepada Bisnis, Sabtu (16/8/2025).
Baca Juga
Dia melihat saat ini pemerintah memang telah menyusun Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, banyak daerah yang tidak memperbarui data secara memadai karena kurangnya perhatian dari pemerintah daerah dan keterbatasan anggaran untuk memperbarui data yang bersifat dinamis.
Tanpa data yang akurat, Ishak menilai penyaluran subsidi yang tepat sasaran akan sulit tercapai. Hal ini pun dapat memicu keresahan di kalangan masyarakat bawah.
“Oleh karena itu, skema baru penyaluran subsidi BBM sebaiknya dimulai dengan uji coba [pilot project] di wilayah terbatas. Dari uji coba tersebut, kendala-kendala yang muncul dapat diidentifikasi dan diperbaiki,” tuturnya.
Hal ini juga sekaligus menanggapi rencana pemerintah yang tengah menggodok skema atau mekanisme baru penyaluran subsidi energi, khususnya untuk BBM dan LPG 3 kg.
Menteri Kemenko Ekonomi Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah menerima data dan laporan terkait kebocoran subsidi energi yang tidak tepat sasaran atau dinikmati oleh kelompok masyarakat kelas atas.
Airlangga menyebut bahwa saat ini pemerintah menggelontorkan subsidi BBM dan LPG secara terbuka. Untuk itu, pihaknya berencana untuk mengubah mekanismenya seperti subsidi listrik.
"Nanti pengguna dari yang sekarang, seperti contoh di sektor listrik, yang langganan tinggi itu mendapatkan harga yang berbeda dengan yang di bawah dengan mekanisme semacam itu bisa diimplementasikan di sektor energi lain," kata Airlangga dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/8/2025).
Kendati demikian, Airlangga menuturkan bahwa mekanisme tersebut masih dalam pembahasan internal. Pada waktunya, dia memastikan akan menyosialisasikannya kepada masyarakat sebelum diterapkan skema penyaluran subsidi terbaru.
"Nanti pada waktunya akan disosialisasikan ke masyarakat sebelum dilaksanakan. Namun, sekarang masih dalam penggodokan," tuturnya.