Bisnis.com, JAKARTA —Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan negosiasi perjanjian jual beli (sales and purchase agreement/SPA) 35 persen saham Shell Upstream Overseas Ltd di Blok Masela dengan konsorsium PT Pertamina (Persero) telah rampung.
Konsorsium saat ini diketahui tengah membahas lebih lanjut ihwal penyelesaian perjanjian kerja sama selepas proses divestasi saham Shell sampai pada kata sepakat.
“Informasi dari salah satu direksi Pertamina Hulu Energi, kesepakatan dengan Shell sudah final, tinggal penyelesaian partnershipnya dengan Petronas,” kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf saat dikonfirmasi, Rabu (5/7/2023).
Nanang berharap penyelesaian partnership dua anggota konsorsium itu, Pertamina dengan perusahaan migas asal Malaysia, Petroliam Nasional Berhad atau Petronas dapat segera sampai pada titik temu. Dengan demikian, proses alih saham bisa segera diselesaikan.
“Mudah-mudahan bisa segera tuntaslah,” kata dia.
Sementara itu, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, saat awal membentuk konsorsium, Pertamina dan Petronas, sepakat untuk kepemilikan saham masing-masing berada di angka 20 persen dan 15 persen. Hanya saja, Tjip mengatakan, komposisi saham antar grup konsorsium itu masih dibahas mendekati penyelesaian SPA divestasi bulan ini.
Baca Juga
“Porsi rencana waktu awal mereka untuk mulai kerja sama untuk masuk di Abadi Masela seperti itu, tapi kan terakhinya penyelesaian SPA dan sebagainya itu seperti apa kita masih tunggu laporan dari Pertamina,” kata Tjip saat dihubungi Bisnis, Rabu (5/7/2023)
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif mengatakan, proyek pengembangan Blok Masela bakal tetap menggunakan sistem kombinasi darat (onshore) dan laut (offshore) untuk memastikan nilai investasi dari rencana pengembangan lapangan atau plan of development (PoD) saat ini.
“Ya kalau diubah kan nanti bisa berubah lagi target produksinya,” kata Arifin saat ditemui selepas acara peluncuran buku karya Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) di Hotel Darmawangsa, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Lewat sistem kombinasi itu, pengeboran dasar laut bakal dilakukan di kedalaman 600 meter serta kedalaman sumur 4.000 meter, gas yang didapat akan diolah dalam bangunan apung bernama floating production, storage and offloading (FPSO) untuk dimurnikan dari kandungan zat lain.
Setelah dimurnikan di FPSO, gas bakal disalurkan menuju kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang ada di darat melalui pipa bernama Gass Export Pipeline (GEP) yang berjarak 175 kilometer serta melalui palung-palung laut.
Adapun, puncak produksi gas yang dihasilkan dari Lapangan Abadi Blok Masela diperkirakan mencapai 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan 150 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar tersebut ditargetkan dapat memulai produksinya pada kuartal II/2027.
Sejatinya, pengembangan proyek Masela tidak lagi tersendat karena Inpex, selaku operator pemegang 65 persen saham, sudah mengantongi pembeli untuk produksi gas tersebut, yaitu PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN). Apalagi, progres pengembangan Lapangan Abadi pada 2021 tercatat sudah mencapai 65 persen.
Di sisi lain, revisi PoD dengan komitmen energi hijau itu juga memiliki posisi strategis untuk meningkatkan nilai tawar rencana divestasi hak partisipasi milik Shell sebesar 35 persen di Blok Masela.
Portofolio Blok Abadi Masela menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang dan beberapa negara Asia lainnya.