Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

'Curhatan' Penduduk Dunia Soal Lonjakan Biaya Hidup Akibat Inflasi dan Dolar AS

Bagi penduduk negara-negara dengan mata uang utama selain dolar AS, lonjakan greenback semakin mencekik karena harga barang-barang semakin mahal.
Warga Turki berbelanja sayuran di pasar lokal. Inflasi Turki menyentuh 83,5 persen pada September 2022 secara tahunan./Bloomberg
Warga Turki berbelanja sayuran di pasar lokal. Inflasi Turki menyentuh 83,5 persen pada September 2022 secara tahunan./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Lonjakan inflasi semakin dirasakan oleh negara-negara di seluruh penjuru dunia. Bagi negara-negara selain Amerika Serikat, tekanan ini semakin diperburuk oleh penguatan dolar.

Hal ini turut dirasakan Mustafa Gamal (28 tahun), seorang petugas keamanan di Kairo, Mesir. Lonjakan biaya hidup di Ibu Kota Mesir tersebut melonjak tajam hingga ia harus meninggalkan istri dan putrinya yang berusia satu tahun di desa selatan Kairo yang berjarak 112 km untuk berhemat.

Mustafa tinggal, mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, berbagi kamar apartemen dengan anak muda lainnya, dan mengurangi makan daging karena biaya semakin melonjak.

“Harga semuanya naik dua kali lipat. Tidak ada alternatif,” tutur Gamal seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (19/10/2022).

Hampir semua orang merasakan apa yang Mustafa rasakan. Penjual suku cadang mobil di Nairobi, Kenya, penjual pakaian bayi di Istanbul, Turki, dan importir anggur di Manchester, Inggris, juga mengeluh hal yang sama. Dolar AS yang melonjak membuat mata uang mereka melemah dan menyebabkan harga barang dan jasa sehari-hari meroket.

Tekanan ini semakin menambah kesulitan bagi warga yang telah menghadapi krisis makanan dan lonjakan harga energi karena invasi Rusia ke Ukraina.

Banyak ekonom khawatir bahwa lonjakan dolar AS semakin meningkatkan kemungkinan resesi global pada tahun depan. Profesor kebijakan perdagangan Cornell University Eswar Prasad juga mengutarakan kekhawatiran yang sama.

“Penguatan dolar AS membuat situasi menjadi semakin buruk di seluruh dunia,” ujarnya.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya telah menguat 17,38 persen sepanjang tahun 2022. Indeks dolar bahkan sempat menyentuh level tertinggi dalam 20 tahun terakhir di level 114.

Lonjakan dolar AS tidaklah terjadi secara tiba-tiba. Guna menahan lonjakan inflasi AS, Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan lima kali tahun ini dan menandakan kemungkinan kenaikan lebih lanjut. Hal ini turut mengerek imbal hasil obligasi pemerintah dan korporasi, memikat investor, dan pada akhirnya mendorong penguatan dolar AS.

Dampaknya, sebagian besar mata uang lainnya jauh lebih lemah, terutama di negara-negara miskin. Rupee India telah terkoreksi hampir 10 persen tahun ini terhadap dolar AS, pound Mesir anjlok 20 persen dan lira Turki melemah 28 persen.

Celal Kaleli merasakan dampaknya. Penjual pakaian bayi dan diaper bag di Istanbul ini harus membayar lebih mahal untuk memproduksi barang jualannya karena sebagian besar bahan baku diimpor. Dampaknya, dia harus menaikkan harga dan ini tentu saja menekan daya beli warga Turki karena lira juga melemah.

"Kami sedang menunggu tahun baru. Kami akan melihat keuangan kami, dan kami akan berhemat. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan,” ujarnya.

Negara-negara kaya juga ikut terdampak. Di Eropa yang berada di jurang resesi di tengah melonjaknya harga energi, nilai euro kini anjlok di bawah US$1 untuk pertama kalinya dalam 20 tahun, sedangkan poundsterling Inggris telah melemah 18 persen dari tahun lalu.

Tekanan Global

Biasanya, negara-negara bisa mendapatkan keuntungan dari penurunan mata uangnya karena membuat produk mereka lebih murah dan lebih kompetitif di luar negeri. Namun saat ini, keuntungan apa pun yang didapat dari kenaikan ekspor seakan sia-sia karena pertumbuhan ekonomi tersendat hampir di mana-mana.

Hal ini juga membuat impor negara lain lebih mahal, sehingga menambah tekanan inflasi yang ada.

Selain itu, penguatan dolar AS juga turut menekan kinerja perusahaan, konsumen, dan pemerintah yang memiliki utang dalam dolar AS. Hal ini karena mereka butuh lebih banyak mata uang lokal untuk dikonversi menjadi dolar AS saat melakukan pembayaran pinjaman.

Tekanan ini memaksa bank sentral negara lain lain untuk menaikkan suku bunga acuan agar mata uang mereka tidak anjlok dan mencegah capital outflow investor asing. Namun, kenaikan suku bunga acuan juga melemahkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan angka pengangguran.

Ariane Curtis dari Capital Economics mengatakan penguatan dolar AS dolar adalah berita buruk bagi ekonomi global.

“Ini adalah alasan lain ekonomi global akan jatuh ke dalam resesi tahun depan,” jelasnya.

Lonjakan Biaya

Lonjakan dolar AS tahun ini sangat menyakitkan. Hal ini menambah tekanan inflasi global pada saat harga telah melonjak. Gangguan pada pasar energi dan pertanian yang disebabkan oleh perang di Ukraina memperbesar kendala pasokan dan proses pemulihan COVID-19.

Di Manila, Raymond Manaog (29 tahun) pengendara transportasi umum Filipina yang dikenal dengan jeepney, mengeluh bahwa inflasi memaksanya bekerja lebih banyak untuk bertahan hidup, apalagi kenaikan bahan bakar semakin menggerus pendapatannya.

“Apa yang harus kami lakukan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk pengeluaran sehari-hari kami. Jika sebelumnya kami menempuh rute kami lima kali, sekarang kami melakukannya enam kali,” ungkap Raymond kepada Al Jazeera.

Di ibu kota India, New Delhi, Ravindra Mehta telah menjalankan bisnis perantara bagi eksportir almond dan pistachio asal AS selama beberapa dekade terakhir. Tapi rekor penurunan rupee di atas bahan baku dan biaya pengiriman yang lebih tinggi telah membuat harga barangnya jauh lebih mahal bagi konsumen India.

Pada bulan Agustus, India mengimpor 400 kontainer almond, turun dari 1.250 kontainer tahun sebelumnya.

“Jika konsumen tidak membeli, itu mempengaruhi seluruh rantai pasokan, termasuk orang-orang seperti saya,” curhat-nya.

Sementara itu, Warga Negara Indonesia (WNI) di Inggris bercerita tentang tingginya biaya hidup di sana saat ini. Bahkan, hampir semua harga komoditas melonjak naik imbas pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.

Bella (24) yang tinggal di London mengatakan harga makanan dan minuman sudah naik sekitar 12,6 persen. Dia mencontohkan harga sebuah susu kemasan 1,55 poundsterling atau Rp 25.299, kemudian keju untuk roti 6 pound sterling atau Rp 97.932/kg, lalu mentega 3,18 pound sterling atau Rp 51.903/pack kurs (16.322).

Selain bahan makanan, harga bahan bakar juga naik sekalipun sudah mengalami penurunan, harga bahan bakar minyak (BBM) berada di angka 1,68 pound sterling atau Rp 27.420/liter, lebih murah dibandingkan bulan sebelumnya 1,92 pound sterling atau Rp 31.338.

"Saat ini Inggris juga sedang mengalami cuaca dingin sehingga banyak dari masyarakat membutuhkan energi lebih untuk heater atau pemanas," jelas Bella kepada Bisnis, Kamis (29/9/2022).

Bantahan Joe Biden

Presiden AS Joe Biden menepis anggapan bahwa penguatan dolar AS atau yang disebut dengan istilah strong dollar merupakan biang kerok dari pertumbuhan yang lesu hingga menyeret krisis ekonomi global.

"Saya tidak khawatir tentang dolar yang kian menguat, saya khawatir tentang seluruh dunia," jelas Biden di Portland, Oregon seperti dikutip dari Bloomberg pada Selasa (18/10/2022).

Biden juga berusaha untuk menangkis tuduhan bahwa dolar AS menjadi biang kerok atas perlambatan ekonomi global.

Bahkan, Biden sempat mengkritik rencana pemotongan pajak Perdana Menteri Inggris Liz Truss karena menyebabkan gejolak di pasar. Menurutnya, rencana tersebut merupakan sebuah kesalahan.

"Saya bukan satu-satunya orang yang menganggap hal tersebut adalah kesalahan, saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper