Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi menyebabkan harga makanan di Amerika Serikat mengalami kenaikan. Hal itu dialami sendiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika bersantap di Negeri Paman Sam. Menurutnya harga makanan di sana naik lebih dari 60 persen.
Lebih dari sepekan, Sri Mulyani bersama sejumlah pejabat Kementerian Keuangan berada di Washington DC, Amerika Serikat untuk mengikuti rangkaian pertemuan G20 serta International Monetary Fund (IMF)/World Bank. Di sana, Sri Mulyani memimpin pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20.
Di sela berbagai pertemuan itu, Sri Mulyani membagikan momennya makan siang di sudut kota Washington DC. Dia bersama tim Kemenkeu menyantap panganan khas Meksiko, yakni taco dan burrito di tempat makan yang cukup populer, Chipotle.
Di tempat itu, dia menyaksikan dampak tingginya inflasi Amerika Serikat terhadap kenaikan harga makanan. Makanan yang Sri Mulyani santap mengalami kenaikan lebih dari 60 persen, ketika pada September 2022 laju inflasi Amerika Serikat mencapai 8,2 persen.
"Inflasi dan kenaikan harga-harga pangan dan energi di seluruh dunia terlihat dampaknya. Satu menu taco atau burrito yang sebelumnya berharga US$7,5—8 sekarang melonjak US$12—13," tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagramnya, dikutip pada Selasa (18/10/2022).
Baca Juga
Dampak inflasi pun sebenarnya cukup terlihat di Indonesia, baik melalui kenaikan harga bahan makanan atau harga jual di warung makan, maupun melalui penyesuaian porsi makanan. Namun, tingkat kenaikannya jauh di bawah kondisi yang Sri Mulyani temui di Negeri Paman Sam.
Sri Mulyani menyebut bahwa kenaikan harga yang sangat tinggi membuat The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga secara drastis, terakhir naik 75 basis poin menjadi 3,0—3,25 persen. Alhasil, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan lima kali sepanjang tahun ini, yakni pada Maret, Mei, Juni, Juli, dan September.
Selain itu, The Fed pun memperketat likuiditas dolar untuk mengendalikan permintaan. Kebijakan itu menyebabkan penguatan dolar AS yang memengaruhi seluruh perekonomian, tak terkecuali Indonesia.
"Lonjakan harga di Amerika Serikat—diikuti kenaikan suku bunga the Fed—dan penguatan dolar AS menyebabkan terjadinya perlemahan/kelesuan ekonomi atau resesi ekonomi dunia. Kondisi ini juga akan mengancam banyak negara miskin dan negara berkembang yang posisi keuangan negaranya lemah akan mengalami krisis keuangan," tulis Sri Mulyani.
Menurutnya, kompleksitas perkembangan ekonomi dunia di tengah ancaman krisis pangan, energi, dan keuangan menjadi pembahasan di forum G20 serta pertemuan tahunan IMF/World Bank. Pertemuan itu berupaya mencari solusi dan langkah penanganan atas masalah global saat ini.
"Kita harus waspada dengan kondisi dunia yang memburuk—meskipun tetap optimistis dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia," tulis Sri Mulyani.