Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,11% (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2024. Sesuai estimasi para ekonom Bloomberg, namun sedikit rendah dari harapan Sri Mulyani pada level 5,17%.
Badan Pusat Statistik (BPS) membukukan kinerja ekonomi Indonesia pada periode tersebut tercermin dari seluruh sektor lapangan usaha yang tumbuh positif, kecuali pertanian.
Nyatanya, pertanian yang menjadi kontributor ketiga terbesar, menurut lapangan usaha, terhadap pertumbuhan ekonomi harus terkontraksi sebesar 3,54% (yoy).
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan fenomena El Nino yang menyebabkan penurunan produksi, menjadi musabab kontraksi tersebut.
Pertumbuhan signifikan justru terjadi pada administrasi pemerintahan sebesar 18,88%. Utamanya, terdorong belanja pemerintah yang tinggi setelah kenaikan gaji ASN dan penyaluran tunjangan hari raya (THR).
“Kenaikan realisasi belanja barang terutama pada kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan pengawasan Pemilu 2024, serta kenaikan realisasi belanja pegawai [THR dan gaji] dan belanja sosial [bansos],” katanya dalam konferensi pers, Senin (6/5/2024).
Baca Juga
Belanja barang dan belanja sosial yang merupakan bagian dari Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) meningkat cukup tajam. Di mana PKP memberikan andil 1,1% terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I/2024.
Di sisi lain, capaian ini nyatanya juga tertekan oleh kinerja impor yang meski tumbuh positif sebesar 1,77%, namun berkontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, ekonomi Indonesia terpantau mampu bertahan dan tumbuh stabil di atas 5% di tengah tekanan ekonomi global dan eskalasi tensi geopolitik.
“Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia terus dapat menunjukkan resiliensinya… Ke depan, APBN akan terus dioptimalkan unutk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resmi, Senin (6/5/2024).
Sementara itu, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. mengatakan kondisi terakselerasinya ekonomi pada kuartal I ini hanyalah sementara.
Tantangan berupa suku bunga The Fed yang tertahan tinggi untuk waktu yang lama atau higher for longer akan berdampak pada pelemahan permintaan domestik dan global.
“Tren ekspor yang menurun karena permintaan global melemah masih akan terus berlanjut. Kuartal II/2024 kami proyeksi akan melambat ke 4,9% yoy,” tuturnya.
Ketakutan Jokowi
Pertumbuhan ekonomi kuartal I tertinggi semenjak 2019 ini pun juga memberikan ketakutan bagi Kepala Negara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ekonomi Indonesia masih akan menghadapi situasi yang tidak mudah mengingat pertumbuhan ekonomi global diperkirakan cuma 3,2%.
“Kita dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, tantangan tidak gampang, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan cuma 3,2%. Dampak runtutan dari Covid-19 masih terasa sampai sekarang,” jelas Jokowi dalam Acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC), Senin (6/5/2024).
Joko Widodo (Jokowi) di depan para menteri-menterinya mengungkapkan Indonesia beserta negara lain tengah dihantui ketakutan yang mengancam target pertumbuhan ekonomi.
Bahkan Jepang, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya masih masuk ke dalam jurang resesi seiring dengan lembaga internasional yang memperkirakan ekonomi global akan tumbuh melambat.
“Semua negara ini takut… pertama harga minyak, kedua masalah bunga pinjaman, semua pada takut masalah itu,” ujarnya.
Untuk itu, orang nomor satu di Indonesia tersebut meminta pemerintah pusat maupun daerah untuk hati-hati dalam mengelola fiskal dan anggaran.
Melalui bunga pinjaman yang naik meskipun sedikit, namun akan berdampak terhadap beban fiskal yang sangat besar.
Kuartal berikutnya, sejumlah risiko menghadang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditargetkan mampu menentuh 5,2% pada akhir tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan saat ini masih terdapat risiko global mulai dari arah kebijakan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) yang sangat tidak pasti, eskalasi tensi geopolitik, serta disrupsi rantai pasok global yang belum pulih.
“Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional,” ujarnya.
Untuk itu, Bendahara Negara menekankan pemerintah akan terus melakukan monitoring dan asesmen terhadap potensi dampak dari dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal.