Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Sunarsip

Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence

Sunarsip adalah ekonom senior The Indonesia Economic Intelligence. Lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) 2000 ini meraih gelar Magister Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2006.

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Membaca Arah Pertumbuhan Ekonomi 2025

Pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 2025 mencapai 5,12% YoY, meski ada keraguan terkait sinkronisasi data sektor riil. Pertumbuhan didorong oleh investasi dan ekspor sebelum tarif AS berlaku.
Anak-anak bermain dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (6/8/2025). JIBI/Bisnis/Abdurachman
Anak-anak bermain dengan latar belakang gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (6/8/2025). JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pada 5 Agustus 2025, Badan Pu­­­­sat Statistik (BPS) telah meng­­­umumkan ang­­­ka pertum­buh­an ekonomi pada kuartal II/2025 sebesar 5,12% (year-on-year/YoY).

Sebagian ka­­­lang­­an, terkejut dengan kinerja pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 tersebut, karena cukup jauh di atas ekspektasi. Bahkan, sejumlah pihak meragukan angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis BPS tersebut.

Salah satu sumber keraguan adalah angka pertumbuhan ekonomi dianggap tidak sinkron dengan sejumlah indikator sektor riil yang telah rilis sebelumnya, seperti Indeks Penjualan Riil (IPR), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), maupun indeks manufaktur.

Publikasi IPR Juli lalu, misalnya, menunjukkan angka IPR melemah dalam dua bulan terakhir (April dan Mei), meskipun secara rata-rata menguat dibanding tahun lalu. Indikator Prompt Manufacturing Index (PMI) juga mengindikasikan kondisi manufaktur Indonesia pada Q2/2025 melemah, bahkan lebih rendah dibanding tahun lalu, meskipun masih berada di zona ekspansi (di atas 50%).

Sejalan dengan itu, angka PMI Manufaktur yang dikeluarkan S&P juga melemah dan selama 4 bulan terakhir berada dalam zona kontraktif (di bawah 50). Hal yang sama juga terjadi pada keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi yang relatif masih rendah, tecermin dari penurunan angka IKK sejak April—Juni 2025.

RELASI DATA BPS

Bila kita mencermati angka yang dirilis BPS, sebenarnya berbagai indikator sektor riil di atas telah tecermin pada kinerja pertumbuhan PDB baik pada sisi pengeluaran (demand side) maupun pada setiap sektornya (supply side). Pada sisi pengeluaran, indikator pelemahan penjualan riil (IPR) sebenarnya tecermin pada kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga (RT) yang terbatas. Pada kuartal II/2025, Konsumsi RT tumbuh di bawah 5% (YoY) yaitu sebesar 4,97% (YoY) relatif tidak berubah sejak tahun lalu.

Relatif rendahnya pertumbuhan Konsumsi RT tersebut tertransmisikan pada kinerja sektor Perdagangan yang relatif terbatas. Pada kuartal II/2025, sektor perdagangan memang tumbuh relatif tinggi sebesar 5,37% (YoY) tertinggi sejak kuartal I/2023. Namun, penulis memperkirakan bahwa pertumbuhan sektor perdagangan tersebut lebih banyak ditopang oleh perdagangan luar negeri (ekspor dan impor). Sementara itu, pertumbuhan perdagangan domestik yang melibatkan pedagang ritel diperkirakan masih terbatas. Bahkan, pertumbuhan perdagangan mobil dan sepeda motor masih negatif (terkontraksi).

Terbatasnya kinerja sektor manufaktur, juga tecermin dari kinerja pertumbuhan pada sektor Industri Pengolahan. Pada kuartal II/2025, industri pengolahan tumbuh 5,68% (YoY) tertinggi sejak kuartal III/2021. Namun, bila kita cermati, sumber pertumbuhan sektor Industri Pengolahan tersebut masih terbatas pada subsektor tertentu seperti industri batu bara dan kilang migas, industri makanan dan minuman, industri kimia dan farmasi, dan industri logam dasar (smelter). Sementara itu, subsektor industri lainnya seperti industri tekstil, industri alat angkutan dan subsektor lain-lain cenderung tumbuh terbatas bahkan di antaranya masih terkontraksi (tumbuh negatif).

Angka pertumbuhan yang dirilis BPS sebenarnya relatif senada dengan indikator sektor riil. Persoalannya adalah dengan berbagai kinerja yang terbatas tersebut, bagaimana menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 bisa mencapai 5,12%? Nah, disinilah perlunya kehati-hatian dalam menyikapi angka pertumbuhan ekonomi tersebut. Kinerja yang positif tentu kita syukuri. Namun, sebaiknya tidak euforia bahwa kinerja ekonomi telah solid. Kinerja pada kuartal II/2025 tersebut masih perlu diuji soliditasnya pada sisa waktu di 2025. Kenapa demikian?

Momentum Tarif Trump?

Penulis melihat bahwa bisa jadi pada kuartal II/2025 (April—Juni) memang telah terjadi agresivitas kegiatan usaha melebihi “kebiasaan normal”. Agresivitas tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh antisipasi pelaku usaha menjelang penerapan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) secara efektif. Pada 2 April 2025, Presiden Trump telah menetapkan tarif untuk Indonesia sebesar 32%. Trump kemudian menunda penerapan tarif tersebut hingga 90 hari ke depannya sebagai jeda waktu yang diberikan kepada negara mitra dagangnya untuk melakukan negosiasi kesepakatan tarif baru dengan pemerintah AS. Nah, jeda waktu inilah yang kemungkinan dimanfaatkan oleh para pelaku usaha.

Indikasi adanya fenomena tersebut antara lain terlihat dari sejumlah data berikut. Dari sisi pengeluaran terlihat bahwa pertumbuhan investasi, ekspor dan impor mencatatkan pertumbuhan tinggi. Kemungkinan, pelaku usaha memanfaatkan tenggat waktu tersebut melalui akselerasi investasi khususnya melalui pembelian mesin dan perlengkapan. Terlihat bahwa pada kuartal II/2025, investasi mesin dan perlengkapan tumbuh 25,30% (YoY) tertinggi sejak kuartal III/2022. Seiring dengan kenaikan investasi mesin dan perlengkapan, impor meningkat dan industri mesin dan perlengkapan tumbuh signifikan 18,75% (YoY) pada kuartal II/2025.

Pelaku usaha, khususnya yang berorientasi ekspor dan impor, sepertinya juga memanfaatkan jeda waktu tarif Trump dengan mendorong kegiatan ekspor dan impornya. Pada kuartal II/2025, PDB ekspor non-migas tumbuh 12,17% (YoY) tertinggi sejak kuartal I/2023 dan impor non-migas tumbuh 16,32% (yoy) tertinggi sejak kuartal IV/2022. Secara sektoral pertumbuhan yang signifikan pada ekspor dan impor tertransmisikan pada sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 6,50% (YoY) tertinggi dalam 10 tahun terakhir, sektor transportasi laut yang tumbuh 9,80% (YoY) tertinggi sejak kuartal IV/2023.

Model pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh pemanfaatan momentum, pada umumnya bertahan sementara. Terlebih lagi, pada kuartal III/2025 ini, kita menghadapi tantangan yang nyata berupa penerapan tarif impor resiprokal dari AS. Meskipun tarif ini berlaku global, tetapi kesiapan pelaku usaha domestik dalam menyikapi kondisi ini akan menentukan daya dorong dunia usaha dan perekonomian kita.

Terdapat beberapa hal perlu menjadi perhatian dalam membaca arah pertumbuhan ekonomi 2025 dengan berkaca pada kinerja pada kuartal II/2025. Pertama, pertumbuhan konsumsi RT masih relatif rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa efektivitas kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sisi demand masih terbatas. Kebijakan diskon tarif angkutan udara, misalnya, ternyata tidak cukup mengangkat kinerja sektor transportasi udara yang justru terkontraksi sebesar -0,12% (YoY). Konsekuensinya, kinerja sektor pariwisata juga terkontraksi -0,40% (YoY).

Kedua, pertumbuhan sektor ketenagalistrikan justru melemah menjadi 1,23% (YoY) pada kuartal II/2025, terendah sejak kuartal I/2021. Sebagai enabler bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, rendahnya pertumbuhan sektor ketenagalistrikan mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi khususnya sektor industri pengolahan belum sepenuhnya kuat.

Ketiga, konsumsi pemerintah justru menjadi sumber kontraksi bagi pertumbuhan ekonomi. Sejak kuartal I/2025, pertumbuhan konsumsi pemerintah terkontraksi, indikasi bahwa kapasitas fiskal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan belum optimal.

Tampaknya, kita perlu mengimbangi optimisme kita dalam menghadapi prospek pertumbuhan ekonomi 2025 dengan tetap menjaga kewaspadaan. Kewaspadaan bahwa tantangan yang dihadapi ekonomi kita masih tinggi, sekaligus bahwa pekerjaan di dalam negeri masih cukup berat. Yaitu, terutama mempercepat pemulihan dunia usaha dalam rangka percepatan perluasan kesempatan kerja.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sunarsip
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro