Bisnis.com, JAKARTA - Ancaman resesi di depan mata. Berbagai proyeksi dari ekonom hingga kementerian menunjukkan ekonomi Indonesia akan semakin sulit menghindari jebakan resesi.
Tanda-tanda resesi semakin jelas ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen secara year on year (yoy) pada kuartal II/2020.
Jika dibandingkan dengan kuartal I/2020, pertumbuhan ekonomi minus 4,19 persen.
Kontraksi pertumbuhan terjadi pada hampir semua lapangan usaha. Kontraksi terdalam terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan, yang tercatat -30,84 persen yoy.
Lapangan usaha penyediaan akomodasi makanan dan minuman menyusul di posisi kedua dengan kontraksi -22,02 persen yoy.
Berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh PDB Indonesia tumbuh negatif 5,51 persen secara yoy.
Baca Juga
Dibandingkan dengan negara lain, penurunan ekonomi Indonesia ini memang terbilang masih lebih baik.
Negara-negara besar seperti Amerika Serikat pada kuartal kedua mengalami penurunan ekonomi sebesar -9,50 persen, Jerman, Prancis, dan Hongkong resesi yang masing-masingnya terkontraksi -11,7 persen, -19 persen, dan -9 persen.
Negara-negara tetangga Indonesia juga tidak terelakkan dari resesi, misalnya Singapura dan Filipina. Keduanya mencatatkan pertumbuhan -12,6 persen dan -16,5 persen pada kuartal II/2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tersebut memang lebih rendah dari prediksi pemerintah sebelumnya.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini masih berharap ekonomi pada kuartal ketiga dapat tumbuh positif, pada kisaran 0-0,5 persen yoy. Dengan perbaikan pada periode ini, ekonomi pada kuartal IV/2020 bisa mendekati angka 3 persen.
"Kalau terjadi, pertumbuhan ekonomi 2020 diharapkan akan tetap bisa terjaga pada zona positif minimal 0 persen hingga 1 persen," katanya.
Senada, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ancaman resesi ini tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi juga oleh sebagian besar negara di dunia.
Dia bahkan memperkirakan ekonomi tahun ini akan tercatat negatif 0,49 persen pada 2020.
Harapan Pemulihan
Lantas, bagaimana peran pemerintah untuk menjaga resesi tidak berkepanjangan dan mempercepat pemulihan ekonomi?
Airlangga mengutarakan, pemerintah akan melakukan percepatan belanja pada semester II/2020 ini. Belanja pemerintah sudah terealisasi Rp1.000 triliun pada semester I/2020.
Semester II/2020, pemerintah akan menggenjot belanja dengan anggaran yang sudah ditetapkan sebesar Rp1.700 triliun, dengan rincian Rp700 triliun di kuartal III dan Rp1.000 triliun di kuartal IV.
"Kita perlu untuk memompa lagi pertumbuhan di kuartal tiga karena kuartal tiga adalah penentuan [pemulihan ekonomi]," katanya.
Kepala Ekonom BCA David Sumual beranggapan belanja pemerintah memang menjadi satu-satunya harapan untuk menggerakkan ekonomi.
Pasalnya, penurunan ekonomi yang cukup utamanya disebabkan oleh perlambatan dari sisi belanja masyarakat, investasi, termasuk aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri.
Belanja pemerintah sebenarnya diharapkan bisa menopang pertumbuhan ekonomi, namun realitasnya belum efektif pada kuartal II/2020.
"Harapan satu-satunya dari belanja pemerintah. Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 kita harap bisa positif ke arah 4 persen yoy, dengan catatan belanja pemerintah bisa efektif," tutur David.
Resesi Kenormalan Baru
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah berpendapat tidak hanya Indonesia, semua negara di dunia berpotensi mengalami resesi.
Apalagi negara-negara yang bergantung kepada ekspor, yang kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonominya sangat tinggi, akan mengalami double hit, sehingga kontraksi ekonomi akan jauh lebih dalam.
Dia memperkirakan ekonomi Indonesia akan kembali mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
"Apabila perkiraan ini benar-benar terjadi, maka Indonesia pada bulan Oktober nanti akan secara resmi dinyatakan resesi," jelasnya.
Menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah bagaimana dunia usaha bisa bertahan di tengah resesi.
Jika dunia usaha bisa bertahan dan tidak mengalami kebangkrutan, maka diyakini Indonesia bisa bangkit kembali dengan cepat ketika pandemi sudah berlalu.
Piter pun optimis dengan berbagai kebijakan yang telah ditempuh pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN), daya tahan dunia usaha akan meningkat dan pemulihan akan terjadi pada 2021.
"Meski Indonesia nantinya dinyatakan resesi, masyarakat tidak perlu panik. Resesi sudah menjadi sebuah kenormalan baru di tengah wabah. Hampir semua negara mengalami resesi," kata Piter.
Jika resesi itu tidak bisa dihindari, maka akan menjadi kado buruk dalam hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-75 tahun.
Tidak hanya itu, ini akan menjadi resesi pertama dalam 20 tahun terakhir. Meski resesi bisa menjadi kado buruk, pemerintah dan semua pihak harus memahami bahwa hal terpenting yang harus difokuskan saat ini adalah bagaimana kita bisa pulih. Memulihkan kesehatan masyarakat dari pandemi Covid-19, sekaligus memulihkan ekonomi.