Bisnis.com, JAKARTA - Perilaku masyarakat kelas menegah atas menahan belanja telah menekan ekonomi domestik.
Pasalnya, perilaku tersebut menghantam sisi permintaan dari ekonomi Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melihat banyak orang belakangan ini justru memilih menambah saldo tabungan dan tidak membelanjakan uangnya.
"Berdasarkan data, salah satu masalah adalah dari demand side, dan mereka yang mempunyai deposito di atas Rp 200 juta juga meningkatkan depositonya dan tidak membelanjakan," ujar Airlangga, Rabu (12/8/2020).
Airlangga meminta dukungan dari para pengusaha untuk menyelesaikan persoalan ini. Di sisi lain, dia menuturkan pemerintah juga mengkaji stimulus untuk mendorong belanja masyarakat.
"Pemerintah sedang mendorong bagaimana memberikan stimulan agar masyarakat mulai membelanjakan (uangnya)."
Baca Juga
Pada kuartal II 2020, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh negatif 5,51 persen. Badan Pusat Statistik mencatat lesunya kinerja konsumsi terlihat dari penjualan eceran yang mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain makanan, minuman, dan tembakau, yang minus 0,71 persen.
Secara umum, empat sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada kuartal II/2020 justru terkontraksi. Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga, yang pada tahun lalu tumbuh 15,29 persen, tahun ini tumbuh minus 7,76 persen.
Konsumsi pemerintah yang tahun lalu tumbuh 8,23 persen, pada tahun ini minus 6,9 persen.
Kondisi serupa juga terjadi pada konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi yang masing-masing tumbuh minus 5,51 persen dan minus 8,61 persen pada kuaratal II/2020.
Sebelumnya, mantan menteri keuangan Chatib Basri yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Bank Mandiri Tbk. mengatakan kelas menegah atas menunda belanjanya mungkin karena kekhawatiran pandemi atau memilih investasi ke aset kelas lain.
Sementara itu, menengah bawah tidak memiliki cukup uang dan tabungan. Menurutnya, tabungan masyarakat telah meningkat sejak Februari 2020. Kondisi ini dibarengi oleh penurunan kredit.
"Kredit menurun karena permintaan lemah," ujar Chatib dalam cuitan di laman Twitter resminya.