Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonomi Indonesia sepanjang April-Juni 2025 atau kuartal II/2025 diproyeksikan tumbuh hanya 4,8% secara tahunan (year-on-year/YoY) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga hingga efisiensi pemerintah diperkirakan menjadi faktor pemicu pertumbuhan tersebut.
Berdasarkan proyeksi dari 30 ekonom maupun lembaga yang dihimpun Bloomberg, median atau nilai tengah pertumbuhan PDB pada tiga bulan kedua 2025 adalah 4,8% (YoY). Estimasi tertinggi yakni pertumbuhan hingga 5% sedangkan terendah 4,6%.
Proyeksi pertumbuhan tertinggi yakni 5% diramalkan oleh Gareth Leather dari Capital Economics, Ltd. dan Enrico Tanuwidjaja dari PT Bank UOB Indonesia.
Sementara itu, terendah diramalkan oleh Moody's Analytics Singapore, Jeemin Bang, serta Fakhrul Fulvian dari Trimegah Securites juga memproyeksikan pertumbuhan hanya 4,65%.
Bank-bank BUMN seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,79% atau setara dengan nilai rata-rata konsensus para ekonom tersebut. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) meramalkan pertumbuhan lebih tinggi 4,9%.
Adapun Office of Chief of Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 4,79% YoY atau sedikit lebih rendah dari kuartal sebelumnya yaitu 4,87% YoY.
Baca Juga
Sementara itu, pertumbuhan diperkirakan sebesar 3,71% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal II/2025 sehingga bangkit dari kontraksi -0,98% QoQ pada kuartal I/2025.
Andry menyebut pertumbuhan yang lebih rendah secara tahunan pada kuartal II/2025 dipicu oleh di antaranya konsumsi rumah tangga karena faktor musiman dan perilaku belanja yang selektif. Kendati demikian, bantuan sosial (bansos) pemerintah yang ditingkatkan bisa membantu perlambatan konsumsi masyarakat.
Sementara itu, aktivitas investasi atau PMTB diperkirakan tumbuh sederhana. Itu terlihat dari penjualan semen dan turunnya penyaluran dana pinjaman yang produktif.
"Hal ini menunjukkan laju pembentukan modal yang lebih terukur karena pendekatan wait and see dari sektor usaha," ungkap Andry melalui keterangan tertulis, Senin (4/8/2025).
Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan pulih pada tiga bulan kedua 2025 dari kontraksi pada kuartal sebelumnya. Kendati total belanja masih lamban, tetapi belanja pemerintah untuk pegawai dan bansos diramal naik.
Adapun ekspor diperkirakan meningkat pada kuartal II/2025 yang dipicu oleh strategi frontloading penerapan tarif impor 19% oleh Amerika Serikat (AS). Seperti diketahui, frontloading merujuk pada kegiatan belanja yang dimajukan awal tahun. Strategi belanja itu diperkirakan membantu kinerja net ekspor di tengah perdagangan global yang masih lemah.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan PDB kuartal II/2025 yang lebih rendah yakni hanya 4,76% YoY. Pertumbuhan itu lebih rendah dari capaian kuartal I/2025 yaitu 4,87%. Konsumsi yang melambat lagi-lagi diperkirakan menjadi momoknya.
Menurut Josua, ada empat faktor kunci yang memengaruhi perlambatan konsumsi. Pertama, konsumsi rumah tangga yang diproyeksikan menurun menjadi 4,77% dari sebelumnya 4,89% karena berkurangnya efek musiman dari periode Ramadan dan Idulfitri.
Momentum tersebut sebagian besar sudah terserap pada kuartal I/2025 sehingga memiliki efek terbatas pada kuartal setelahnya. Indikator yang memperkuat kondisi tersebut antara lain penurunan penjualan eceran.
Kedua, survei konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2025 berada pada level optimis sebesar 117,8, ekspektasi penghasilan konsumen ke depan sedikit menurun, tercatat dari 135,4 menjadi 133,2.
"Penurunan ekspektasi penghasilan ini juga menandakan bahwa konsumen mulai waspada dan memperketat pengeluaran, serta memilih menabung lebih sedikit dan mengalokasikan lebih banyak proporsi pendapatan mereka untuk konsumsi harian [rasio konsumsi terhadap pendapatan naik dari 74,3% menjadi 75,1%]," terangnya kepada Bisnis, Senin (4/8/2025).
Ketiga, efisiensi belanja pemerintah juga diakui memengaruhi konsumsi rumah tangga. Josua menyoroti bahwa efisiensi belanja pemerintah dapat mengurangi stimulasi terhadap perekonomian domestik, terutama dari sisi permintaan.
"Ketika pemerintah mengurangi belanja, khususnya di sektor-sektor yang langsung berhubungan dengan konsumsi masyarakat, seperti bantuan sosial, subsidi energi, atau insentif lainnya, maka daya beli masyarakat berpotensi terdampak secara negatif," terangnya.
Adapun pada sisi ketenagakerjaan, serapan dari PMTB atau investasi meningkat pada kuartal II/2025 yakni 665.764 orang dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 594.104 orang. Meski demikian, peningkatan investasi khususnya penanaman modal asing (PMA) yang mencapai Rp477,7 triliun pada kuartal II/2025 tidak serta-merta memberikan dampak signifikan terhadap konsumsi domestik secara cepat.
Sebab, sifat investasi yang cenderung membutuhkan waktu untuk terealisasi secara penuh ke dalam daya beli masyarakat. Selanjutnya, inflasi Juli 2025 yang mencapai 2,37% YoY juga dinilai memengaruhi konsumsi masyarakat.
Secara keseluruhan, perlambatan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 lebih disebabkan oleh kombinasi efek musiman yang berkurang, peningkatan kehati-hatian konsumen, dampak dari efisiensi belanja pemerintah yang menahan stimulus fiskal, serta tekanan inflasi pada kelompok barang tertentu.
"Sehingga, perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut menjadi tantangan utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada periode tersebut," pungkas Josua.