Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2025 mampu menembus target 5,2%, seiring kondisi pasar yang lebih kondusif pada semester II/2025.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Susiwijono Moegiarso mengakui bertambahnya tantangan kondisi perekonomian skala global maupun domestik masih membutuhkan dorongan kebijakan akseleratif melalui APBN maupun non-APBN.
Namun, mulai muncul sentimen positif atas sebagian komponen produk domestik bruto (PDB), sehingga tren anjloknya pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal belakangan pun masih bisa dibalas pada paruh akhir 2025.
"Perkembangan terakhir, misalnya dengan realisasi beberapa kesepakatan dagang dan sinyal positif lain, kami berharap 2025 masih mampu menjangkau 5,2%, dan untuk 2026 sebenarnya sepanjang situasinya masih kondusif seperti ini, kami yakin bisa di 5,4%," ungkapnya ketika menghadiri diskusi Bisnis Indonesia Forum, Rabu (23/7/2025).
Sebagai contoh, komponen konsumsi pemerintah masih bisa didorong lewat akselerasi penyerapan belanja APBN. Sementara itu, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pun berpotensi bangkit, berkaca dari lonjakan impor barang modal pada April dan Mei yang signifikan ketimbang tiga bulan awal 2025.
"Ini mengindikasikan investasi mulai jalan, dan mungkin nanti di dua kuartal ke depan akan men-generate di sektor manufaktur dan sebagainya, karena barang-barang modal yang banyak dibutuhkan utamanya adalah permesinan," tambahnya.
Baca Juga
Berikutnya, konsumsi pun menuju arah lebih cerah karena indeks keyakinan konsumen per Juni 2025 naik tipis ke level 117,8 basis poin dari sebelumnya 117,5 basis poin, begitu juga dengan indeks penjualan riil ke 233,7 basis poin dari sebelumnya 232,4 basis poin.
Menurut Susiwijono yang membantu Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto itu, keberhasilan Indonesia dalam memperkuat keberadaannya dalam lanskap perdagangan internasional menjadi salah satu sentimen positif buat geliat perekonomian secara umum, maupun dunia usaha secara khusus.
Mulai dari keberhasilan negosiasi terkait kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), realisasi perjanjian EU-CEPA dengan Uni Eropa, perjanjian dengan Eurasia, serta perluasan akses pasar ke negara-negara bagian OECD maupun BRICS.
Oleh karena itu, demi menjaga momentum akselerasi, pemerintah akan mengoptimalkan strategi jangka pendek, seperti mendorong belanja, memperkuat sektor industri pengolahan dan padat karya, program subsidi kredit perumahan, menggenjot konsumsi dari sektor pangan dan efek berganda program makan bergizi gratis, serta optimalisasi sektor pariwisata pada momen-momen puncak permintaan.