Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sri Mulyani Patok Target Rasio Pajak 2026 di 10,47%, Jauh dari Target Prabowo

Sri Mulyani menargetkan rasio pajak 10,47% pada 2026, lebih rendah dari target Prabowo 16%. Pemerintah fokus pada reformasi pajak dan peningkatan pendapatan negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan soal paket stimulus ekonomi pemerintah di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta. / ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan soal paket stimulus ekonomi pemerintah di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta. / ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan rasio pajak atau tax ratio terhadap produk domestik bruto sebesar 10,47% pada 2026. Angka itu menjadi yang tertinggi dibandingkan realisasi rasio pajak sejak 2022, tetapi masih jauh dari target yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.

Target rasio pajak 10,47% pada tahun depan itu sendiri terungkap dalam paparan Sri Mulyani ketika menyampaikan keterangan pers terkait Nota Keuangan dan RAPBN 2026 di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta Selatan pada Jumat (15/8/2025).

Dalam bahan paparan, dijelaskan rasio pajak mencapai 10,39% pada 2022; 10,31% pada 2023; 10,08% pada 2024; outlook 10,03% pada 2025; kemudian target 10,47% pada 2026.

Bendahara negara itu sendiri mengungkapkan target pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun dalam RAPBN 2026. Target itu tumbuh 9,8% dibandingkan target tahun ini.

“Ini suatu target yang cukup besar kalau kita lihat kinerja selama tiga tahun terakhir,” ujarnya.

Sumber utama pendapatan negara sendiri akan berasal dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Target itu naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.

Sumber pendapatan lain yaitu penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang ditargetkan sebesar Rp334,3 triliun. Target itu naik 7,7% dari outlook penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025 sebesar Rp310,4 triliun.

Untuk mencapai pendapatan negara yang ambisius itu, Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan mempercepat reformasi di bidang pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Di sektor pajak, Kementerian Keuangan akan melanjutkan implementasi sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax, memperkuat sinergi pertukaran data antarkementerian/lembaga, mengembangkan sistem pemungutan pajak untuk transaksi digital dalam dan luar negeri, serta mengintensifkan joint programme di bidang analisis data, pengawasan, pemeriksaan, dan kepatuhan.

“Kami juga tetap memberikan insentif yang menjaga daya beli,” tegasnya.

Di bidang Bea Cukai, pemerintah akan melanjutkan kebijakan cukai hasil tembakau dan menjajaki ekstensifikasi barang kena cukai baru yang akan diimplementasikan pada 2026.

Selain itu, kebijakan bea masuk akan disesuaikan dengan tren perdagangan internasional yang cenderung menurunkan tarif, sementara bea keluar akan menyusut seiring hilirisasi yang menjadikan komoditas mentah sebagai input industri smelter.

Sri Mulyani menekankan penegakan hukum terhadap barang selundupan, khususnya barang kena cukai seperti rokok dan minuman beralkohol.

Untuk PNBP, pemerintah akan mengoptimalkan pendapatan dari sumber daya alam melalui peningkatan tata kelola, pengawasan, dan penegakan hukum, termasuk pemanfaatan sistem informasi mineral dan batubara (Simbara) secara terintegrasi dengan Kementerian ESDM.

Target Rasio Pajak Prabowo: 16% dari PDB

Adapun dalam Undang-Undang No. 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025—2045 (UU RPJPN), rasio pajak ditargetkan mencapai 18%—20% pada 2045.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sempat mengungkapkan ambisinya agar rasio pajak mencapai 16% terhadap PDB. Dia menjelaskan, rasio pajak Indonesia yang kerap berada di angka 10% tergolong kecil.

Prabowo membandingkan rasio pajak Indonesia tersebut dengan dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, hingga Kamboja yang rasio pajaknya jauh lebih besar yaitu di kisaran 16%—18% terhadap PDB.

Dia mengungkapkan salah satu upaya yang bakal dilakukannya adalah melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran hingga memperluas wajib pajak.

"Tenang saja, saya rasa itu bisa dilakukan dari 10% kita bisa naikkan menjadi 16% seperti Thailand. Kalau sekarang US$1.500 miliar dari GDP, jika naik ke 16% maka meningkat signifikan menjadi US$1.900 miliar," kata Prabowo di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, Selasa (5/3/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro