Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Target itu tumbuh 9,8% dibandingkan target tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut proyeksi tersebut ambisius, mengingat dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan tertinggi hanya 5,6%. Bahkan, sambungnya, tahun ini pertumbuhan pendapatan diperkirakan hanya mencapai 0,5%.
“Ini suatu target yang cukup besar kalau kita lihat kinerja selama tiga tahun terakhir,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/8/2025).
Untuk mencapainya, bendahara negara itu menyatakan pemerintah akan mempercepat reformasi di bidang pajak, bea cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Di sektor pajak, Kementerian Keuangan akan melanjutkan implementasi sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax, memperkuat sinergi pertukaran data antarkementerian/lembaga, mengembangkan sistem pemungutan pajak untuk transaksi digital dalam dan luar negeri, serta mengintensifkan joint program di bidang analisis data, pengawasan, pemeriksaan, dan kepatuhan.
“Kami juga tetap memberikan insentif yang menjaga daya beli,” tegasnya.
Baca Juga
Di bidang Bea Cukai, pemerintah akan melanjutkan kebijakan cukai hasil tembakau dan menjajaki ekstensifikasi barang kena cukai baru yang akan diimplementasikan pada 2026.
Selain itu, kebijakan bea masuk akan disesuaikan dengan tren perdagangan internasional yang cenderung menurunkan tarif, sementara bea keluar akan menyusut seiring hilirisasi yang menjadikan komoditas mentah sebagai input industri smelter.
Sri Mulyani menekankan penegakan hukum terhadap barang selundupan, khususnya barang kena cukai seperti rokok dan minuman beralkohol.
Untuk PNBP, pemerintah akan mengoptimalkan pendapatan dari sumber daya alam melalui peningkatan tata kelola, pengawasan, dan penegakan hukum, termasuk pemanfaatan sistem informasi mineral dan batubara (Simbara) secara terintegrasi dengan Kementerian ESDM.
Postur RAPBN 2026
Adapun, RAPBN 2026 sendiri memproyeksikan defisit sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu karena belanja negara lebih besar dari pendapatan negara.
Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya sebesar Rp3.147,7 triliun.
Sumber utama pendapatan negara sendiri akan berasal dari penerimaan pajak yang ditargetkan sebesar Rp2.357,7 triliun. Target itu naik 13,5% dari outlook penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun.
Sumber pendapatan lain yaitu penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang ditargetkan sebesar Rp334,3 triliun. Target itu naik 7,7% dari outlook penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2025 sebesar Rp310,4 triliun.
Di sisi lain, belanja negara akan banyak diarahkan untuk program-program unggulan pemerintah. Prabowo menjelaskan program-program yaitu ketahanan pangan (dialokasikan anggaran sebesar Rp164,4 triliun), ketahanan energi (Rp402,4 triliun), hingga program Makan Bergizi Gratis (Rp335 triliun) yang ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima.
Selain itu, alokasi besar juga disiapkan untuk pendidikan (Rp757,8 triliun) dan kesehatan (Rp244 triliun).