Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 59 Tahun 2025 yang menggantikan aturan lama terkait buyback alias pembelian kembali Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Beleid anyar ini mencabut PMK 75/2013 beserta perubahannya melalui PMK 16/2015. Terdapat sejumlah perubahan signifikan baik dari sisi metode pelaksanaan maupun kewajiban pelaku pasar.
Salah satu pembeda utama diatur dalam Pasal 4 PMK 59/2025, yang memperluas ruang lingkup dari sekadar pembelian kembali SBSN menjadi juga penjualan langsung SBSN dan penerbitan SBSN cross-switching sebagai seri penukar dalam pembelian kembali Surat Utang Negara (SUN). Aturan lama belum mengatur dua mekanisme ini.
Metode pelaksanaan buyback pun lebih variatif. Jika PMK 16/2015 hanya mengenal lelang dan transaksi bilateral maka aturan baru menambah opsi bookbuilding dan transaksi langsung dengan Dealer Utama.
Akibatnya, pemerintah punya ruang lebih besar untuk mengelola likuiditas pasar dan risiko jatuh tempo.
Dari sisi partisipasi, PMK baru mengatur peran Dealer Utama SBSN dan Dealer SBSN dengan kewajiban melaporkan transaksi ke otoritas pasar modal. Pasal 43 dan 44 mengatur pelanggaran terhadap kewajiban ini berpotensi memicu sanksi, mulai dari pengumuman publik, pembatasan partisipasi lelang, hingga pelaporan ke otoritas perbankan atau pasar modal—yang tidak diatur dalam aturan lama.
Baca Juga
Dalam Pasal 18 dan 19 PMK baru, pemerintah juga menetapkan ambang minimal nominal penawaran, yakni Rp250 miliar per penawaran dan Rp10 miliar per seri untuk rupiah, serta US$25 juta per penawaran dan US$1 juta per seri untuk valuta asing. Ambang batas seperti itu tidak diatur secara terperinci dalam PMK lama.
Ketentuan tenggat setelmen juga diperbarui, yang kini diatur berbeda untuk tiap metode. Pasal 38 mengatur lelang dan bookbuilding wajib diselesaikan paling lambat lima hari kerja, transaksi bilateral maksimal 10 hari kerja, dan transaksi langsung lima hari kerja. Dalam aturan lama, tenggat hanya diatur secara umum tanpa diferensiasi metode.
Pasal 35—37 PMK 58/2025 juga mempertegas aspek kepatuhan syariah dengan kewajiban dokumen akad, fatwa, atau pernyataan kesesuaian syariah, serta membuka opsi perjanjian perwaliamanatan. Aturan 2015 hanya menyiratkan aspek ini dalam kerangka dokumen kesepakatan.
PMK ini ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan diundangkan pada 11 Agustus 2025. Beleid ini mulai berlaku pada saat diundangkan.