Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah resmi mengumumkan belasan insentif fiskal sebagai kompensasi kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12%. Terdapat insentif bagi rumah tangga, pekerja, hingga barang mewah seperti mobil listrik dan rumah miliaran rupiah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku kebijakan insentif fiskal tersebut dikeluarkan agar kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.
"Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
Menurutnya, barang/jasa kebutuhan pokok masyarakat masih akan dibebaskan PPN. Selain itu, ada barang/jasa lain yang diberikan insentif meski dikenai PPN 12%.
Di samping itu, Airlangga menegaskan penerimaan perpajakan juga sangat diperlukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sehingga PPN harus tetap naik.
"Di samping itu juga tentu [penerimaan pajak] penting untuk berbagai program infrastruktur, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan juga program berkaitan dengan makan bergizi," jelasnya.
Baca Juga
Berikut daftar insentif atau paket stimulus ekonomi saat PPN 12%:
1. Insentif Rumah Tangga
- Bantuan pangan/beras pada Januari—Februari 2025, 16 juta penerima bantuan pangan memperoleh 10 kilogram beras per bulan
- Tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita tetap kena PPN 11%, karena 1% ditanggung pemerintah
- Diskon listrik 50% pada Januari—Februari 2025 untuk pelanggan dengan daya 2.200 VA
2. Insentif Pekerja
- Pekerja terkena PHK bisa mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di BPJS Ketenagakerjaan
3. Insentif UMKM
- PPh Final 0,5% diperpanjang sampai 2025. UMKM dengan omset di bawah Rp500 juta per tahun bebas dari PPh.
4. Insentif Industri Padat Karya
- Pajak karyawan atau PPh 21 ditanggung pemerintah, untuk karyawan dengan gaji maksimal Rp10 juta
- Subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin
- Bantuan 50% iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan selama 6 bulan
5. Insentif Mobil Listrik dan Hybrid
Pajak mobil listrik ditanggung oleh pemerintah, yakni:
- PPN 10% untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam keadaan terurai lengkap (KBLBB CKD)
- PPnBM 15% untuk KBLBB impor kendaraan listrik yang diimpor dalam keadaan utuh dan dalam keadaan terurai lengkap (CBU dan CKD)
- Bea masuk 0% untuk KBLBB CBU
- PPnBM 3% untu mobil hybrid
6. Sektor perumahan
- Diskon PPN 100% sampai dengan Rp2 miliar untuk pembelian rumah seharga maksimal Rp5 miliar pada Januari—Juni 2025
- Diskon PPN menjadi 50% pada Juli—Desember 2025
Insentif Tak Cukup Pulihkan Ekonomi
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat berbagai paket yang pemerintah tawarkan sudah cukup baik, namun memang bukan untuk meningkatkan daya beli.
"Isunya sekarang, daya beli sangat lemah karena penciptaan lapangan kerja sangat terbatas di Indonesia," ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/12/2024).
Padahal, peningkatan daya beli menjadi penting karena konsumsi merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.
Riefky memandang masyarakat lebih membutuhkan kebijakan untuk meningkatkan daya beli dan meningkatkan income maupun upah.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Benang, Serat dan Filamen (APSyFI) Redma Gita Wirawasta juga menilai bahwa paket kebijakan ekonomi industri padat karya yang digelontorkan pemerintah tidak memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil, sebab selama 2 tahun lebih sektor tersebut tidak menerima profit.
"Kebijakan insentif ini tidak berpengaruh terhadap industri TPT [tekstil dan produk tekstil]," kata Redma kepada Bisnis, Senin (16/12/2024).
Redma mengatakan, insentif kredit investasi revitalisasi mesin memang dapat menjadi insentif meskipun tidak akan optimal serapannya karena kondisi pasar yang masih lesu lantaran dipenuhi barang impor ilegal.
"Insentif apapun akan sulit kalau harus lawan barang impor ilegal. Kecuali pemerintah kasih kita bebas pajak seperti yg selama ini dinikmati oleh barang impor ilegal, baru kita bisa bersaing," ujarnya. (Afiffah Rahmah Nurdifa)