Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mencatat sejumlah tantangan risiko fiskal di balik pelaksanaan program Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih.
Program ini merupakan salah satu inisiatif strategis pemerintah untuk memperkuat sektor koperasi sebagai pilar ekonomi nasional.
Namun, Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, dikutip pada Sabtu (16/8/2025), menyebut pelaksanaan program KopDes/Kel Merah Putih memiliki risiko fiskal dan risiko keberlanjutan.
“Pelaksanaan program ini memiliki risiko fiskal dan risiko keberlanjutan yang perlu diidentifikasi, dianalisis, dan dikelola secara cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap APBN,” demikian yang dikutip dari dokumen tersebut.
Secara terperinci, dokumen tersebut menyebutkan bahwa adanya beberapa risiko yang timbul atas implementasi KopDes/Kel Merah Putih.
Pertama, risiko fiskal dalam bantuan likuiditas kepada perbankan. Dijelaskan, risiko terhadap bantuan likuiditas kepada perbankan merupakan risiko investasi pemerintah kepada perbankan.
Baca Juga
Lebih jauh, risiko investasi pemerintah dijelaskan bahwa jumlah nilai dana anggaran yang digunakan oleh pemerintah dalam mendukung bantuan likuiditas kepada perbankan.
“Nilai dana investasi yang dibutuhkan cukup besar sehingga diperlukan ruang fiskal yang cukup untuk melakukan pengeluaran anggaran tanpa membahayakan stabilitas keuangan negara atau keberlanjutan posisi fiskal,” tulis Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026.
Kedua, risiko fiskal di pemerintah kabupaten/kota/desa. Risiko ini bisa terjadi jika koperasi mengalami tunggakan alias macet kepada Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) selaku pemberi pinjaman.
Terkait skema pinjaman, pemerintah kabupaten/kota bakal memberikan dukungan berupa penggunaan dana alokasi umum/dana bagi hasil (DAU/DBH), terutama DAU pendanaan kelurahan jika koperasi macet. Namun, skema ini akan berdampak pada kapasitas fiskal daerah dan terganggunya pendanaan program di kelurahan.
Di sisi lain, pemerintah desa juga akan memberikan dukungan berupa penggunaan dana desa jika KopDes Merah Putih mengalami tunggakan.
“Hal ini akan berdampak pada perubahan prioritas penggunaan dana desa, struktur dan penganggaran dalam APBDes, serta tidak tercapainya tujuan awal dana desa,” jelasnya.
Ketiga, risiko kolektibilitas. Risiko ini berkaitan dengan kemampuan KopDes/Kel Merah Putih dalam membayar kembali pinjaman kepada bank.
Namun, risiko ini muncul karena adanya jeda waktu antara jatuh tempo angsuran koperasi kepada bank dengan proses penempatan dana (intercept) ke rekening pembayaran pinjaman.
Keempat, risiko keberlanjutan program. Dokumen tersebut menjelaskan, risiko ini merujuk pada potensi hambatan, tantangan, atau faktor yang dapat mengancam kemampuan program KopDes/Kel Merah Putih untuk tetap berjalan secara efektif dalam jangka panjang.
Adapun, risiko ini meliputi risiko finansial, yaitu pendapatan tidak mencukupi, non-performing loan (NPL) tinggi alias kredit bermasalah membengkak, dan ketergantungan pada pinjaman. Kemudian, risiko kapasitas pengurus, yaitu pengurus koperasi belum kompeten dalam manajemen.
Kelima, risiko kepemimpinan dan tata kelola, yaitu konflik internal, sistem pengawasan lemah, dan minimnya transparansi. Ada pula risiko sosial dan partisipasi, yakni kurangnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan koperasi dan kurangnya dampak positif koperasi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Keenam, adalah risiko usaha, yaitu unit usaha yang tidak kompetitif dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Serta, risiko regulasi atau paket regulasi yang belum lengkap dan potensi adanya perubahan regulasi.
Mitigasi KopDes/Kel Merah Putih
Meski begitu, pemerintah telah menyiapkan mitigasi dalam implementasi program KopDes/Kel Merah Putih untuk menanggulangi risiko tersebut. Salah satunya melalui mitigasi risiko terhadap bantuan likuiditas kepada perbankan.
Mitigasi yang dilakukan adalah melakukan sinergi dengan para pihak terkait di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk penyediaan dana anggaran investasi pemerintah yang mencukupi melalui penyediaan data target penyaluran perbankan.
Selain itu, Kemenkeu akan melakukan mitigasi mengenai monitoring dan evaluasi terkait pengembalian investasi pemerintah berupa imbal hasil investasi/pengembalian investasi dari perbankan kepada pemerintah.
Di samping itu, pemerintah juga akan memitigasi risiko fiskal di pemerintah kabupaten/kota/desa. Dalam hal ini, mitigasi terhadap risiko ini adalah dengan mempertimbangkan alokasi DAU/DBH/dana desa dalam analisis pinjaman kepada KopDes/Kel Merah Putih.