Bisnis.com, JAKARTA – Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan, kebijakan efisiensi anggaran yang berlanjut pada 2026 akan mendorong lebih banyak daerah mengerek tarif pajak, salah satunya pajak bumi dan bangunan (PBB), seperti yang sempat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pati.
Untuk diketahui, pemerintah dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2026 menetapkan anggaran transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp650 triliun. Jumlah itu turun 29,27% dari APBN 2025 sebesar Rp919 triliun.
“2026 akan lebih banyak daerah yang seperti Pati, Jombang, Ponorogo, dan lain-lain Cirebon juga, yang akan menaikkan dengan instan [tarif PBB-nya],” kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam agenda ‘Respons Masyarakat Sipil atas Pidato Kenegaraan pada HUT RI ke-80’ di Jakarta Pusat, Sabtu (16/8/2025).
Bhima menuturkan kebijakan anggaran pemerintah untuk 2026 sangat bertolak belakang dengan semangat desentralisasi fiskal.
Dia mengungkapkan belanja pemerintah untuk tahun depan mengalami peningkatan dari Rp3.621,3 triliun pada 2025 menjadi Rp3.786,5 triliun, sedangkan TKD tahun depan berkurang 29,27% dari APBN 2025 yang tercatat sebesar Rp919 triliun.
Bhima menyebut pemerintah daerah (pemda) saat ini saja sudah cukup mengalami tekanan fiskal, sejak kebijakan efisiensi diterapkan pada awal 2025.
“Tahun depan itu tekanannya akan lebih banyak, akan lebih merata, dan tentunya yang akan menjadi korban adalah masyarakat karena paling mudah memang menarik pajak, kemudian dari sisi retribusi,” tutur Bhima.
Selain PBB, Bhima melihat bahwa pemda akan memperketat kepatuhan pajak hiburan, retribusi parkir, dan sumber pendapatan daerah lainnya, imbas adanya efisiensi anggaran.
Dalam hal ini, dia memperkirakan daerah-daerah yang tidak memiliki dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam akan paling terdampak dengan adanya kebijakan hemat anggaran.
Namun, bukan berarti daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam tidak terdampak kebijakan ini. Bhima mengatakan, biaya daerah untuk mengatasi kerusakan lingkungan di wilayahnya juga ikut terdampak kebijakan ini.
“Jadi selain Pati, kemungkinan besar akan banyak sekali daerah, merata di Indonesia yang akan mengalami tekanan fiskal,” ujarnya.
Di sisi lain, Bhima juga mematahkan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati yang menyebut bahwa meningkatnya belanja pemerintah akan kembali ke daerah.
Menurutnya, dana yang mengalir dari program seperti makan bergizi gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ke daerah tidak sebesar dana yang langsung ditransfer pemerintah pusat ke daerah.
“Begitu efisiensinya digunakan untuk belanja pemerintah pusat, itu kembali lagi ke daerahnya, meskipun ada MBG, ada Kopdes, dan lain-lain, tidak sebesar dana langsung ditransfer kepada pemerintah daerah, DAU, DAK, DBH,” pungkasnya.