Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana menekankan bahwa objek yang terkena tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% bukan cuma untuk barang mewah seperti narasi yang digembor-gemborkan pemerintah.
Pada Senin (16/12/2024), pemerintah mengumumkan paket stimulus kebijakan perekonomian sebagai kompensasi kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Dalam pengumumannya, Andri melihat pemerintah seakan ingin menipu publik dengan menegaskan kenaikan PPN tidak berlaku untuk semua barang melainkan selektif ke barang mewah.
Padahal, sambungnya, PPN 12% tetap akan diterapkan kepada seluruh barang/jasa yang selama ini terkena PPN kecuali tiga jenis barang. Malahan, Andi mengungkapkan jenis barang yang akan dibebankan PPN justru bertambah.
"Faktanya kenaikan ini bukannya mengurangi daftar produk yang akan terkena kenaikan PPN, tapi nyatanya justru menambah," ujar Andri dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).
Dia menjelaskan barang yang dibebaskan dari PPN 12% seperti beras hingga angkutan umum memang sejak lama sudah dikategorikan sebagai barang yang tidak menjadi objek PPN.
Baca Juga
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2022, barang-barang yang tidak terbebani PPN terbagi menjadi dua jenis: Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN dan BKP tertentu yang Tidak Dipungut PPN/PPN dan PPnBM.
Andri menjelaskan bahwa barang yang tergolong sebagai BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain adalah vaksin polio, vaksin Covid-19, buku pelajaran, kitab suci, jasa konstruksi untuk keperluan ibadah, hingga produk-produk yang berhubungan dengan bencana nasional.
Sedangkan yang digolongkan sebagai BKP tertentu yang tidak dipungut PPN/PPN dan PPnBM adalah sembako (kecuali minyak goreng), barang hasil kelautan & perikanan, mesin & peralatan pabrik, hewan ternak, bibir & pakan, rumah susun milik, perak butiran & batangan, listrik di bawah 6.600 VA, air bersih, barang hasil pertambangan, hingga gula konsumsi.
Bahkan, ujarnya, sejumlah barang tersebut sudah dari dulu tidak bebas PPN bahkan sebelum PP Nomor 49/2022 diterbitkan.
"Barang-barang yang dibebaskan PPN sudah diatur setidaknya sejak PP 146 tahun 2000," ujar Andri.
Sebaliknya, dia menjelaskan sebagian barang-barang yang tadinya bebas PPN tersebut kini langsung terkena tarif 12%. Andri mencontohkan beras premium, ikan salmon, listrik di atas 3.500 VA, rumah sakit VIP, hingga sekolah internasional.
"Produk-produk tersebut sebelumnya satu kategori dengan BKP tertentu yang tidak dibebani PPN, namun sekarang hanya yang digolongkan ‘non-premium’ yang bebas PPN," lanjutnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan penerimaan perpajakan sangat diperlukan untuk biaya berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Akibatnya, PPN harus tetap naik.
Hanya saja, sebagai mengkompensasi, pemerintah keluarkan kebijakan insentif fiskal agar kenaikan PPN tidak memberi dampak negatif ke masyarakat.
"Paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha—utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, dan ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat," ujar Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).