Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PPN Resmi Naik, Inflasi 2025 Berpotensi Tembus 4,1%

Pengecualian tarif untuk barang pokok sudah ada sejak 2009, sehingga PPN 12% tetap akan menaikkan harga banyak barang dan memicu inflasi pada 2025.
Ilustrasi insentif pajak, seperti yang pemerintah siapkan saat menaikkan PPN jadi 12%. / dok. Freepik - rawpixel
Ilustrasi insentif pajak, seperti yang pemerintah siapkan saat menaikkan PPN jadi 12%. / dok. Freepik - rawpixel

Bisnis.com, JAKARTA — Tarif PPN 12% yang resmi berlaku per 1 Januari 2025 berpotensi memicu inflasi yang lebih tinggi pada tahun depan dan menambah tekanan ekonomi.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Askar Wahyudi melihat kenaikan tarif yang mendorong harga barang maupun jasa tersebut dapat mendorong tingkat inflasi hingga tembus 4,1%.

"[Dengan PPN 12%] estimasi inflasi meningkat menjadi 4,1%," ujarnya, Senin (16/12/2024).

Mengacu perhitungannya, kenaikan PPN yang hanya dikecualikan terhadap tiga barang (minyak kita, tepung terigu, dan gula industri) tersebut, akan menambah pengeluaran masyarakat.

Seperti pengeluaran kelompok miskin berpotensi meningkat senilai Rp101.880 per bulan, sehingga memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sejumlah Rp354.293 per bulan. Media berpandangan Hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan.

Media menuturkan meski seolah-olah pemerintah mendukung kebijakan progresif bahwa semua barang pokok dikecualikan PPN, tetapi kebijakan pengecualian itu sudah ada sejak 2009.

Padahal, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah. Hanya saja, pemerintah mengklaim memberikan keadilan dengan mengenakan PPN 12% terhadap barang dan jasa yang sebelumnya dibebaskan PPN.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai PPN 12% berdampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat termasuk peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.

"Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak," tuturnya.

Selain itu kenaikan PPN 12% tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak, karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain seperti PPh badan, PPh Pasal 21, dan bea cukai.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memproyeksikan dari PPN 12% akan memberikan kas negara senilai Rp75 triliun.

Sementara sebanyak 15 insentif yang pemerintah berikan sebagai bantalan daya beli terhadap masyarakat direncanakan sekitar Rp40 triliun.

Sayangnya, kebijakan tersebut meski diiringi insentif diyakini tidak akan meningkatkan daya beli, hanya akan menjaga daya beli khususnya kelas menengah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper