Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan adanya potensi penerimaan negara sejumlah Rp75 triliun setelah implementasi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai/PPN 12%.
Pemerintah secara resmi melanjutkan amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menyebutkan bahwa tarif PPN naik menjadi 12% per 1 Januari 2025.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan hal tersebut usai Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi 2025, Senin (16/12/2024).
“[Potensi penerimaan] sekitar Rp75 triliun dari [kenaikan] PPN 12%,” ujarnya.
Adapun pemerintah menargetkan penerimaan negara dari PPN dan PPnBM senilai Rp945,12 triliun yang terdiri dari PPN Dalam Negeri senilai Rp609,5 triliun dan PPN Impor senilai Rp308,74 triliun.
Sumber lainnya, yakni dari Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Dalam Negeri senilai Rp10,78 triliun, PPnBM Impor Rp5,8 triliun, dan PPN/PPnBM Lainnya senilai Rp10,7 triliun.
Membandingkan dengan 2022, kala itu PPN naik dari 10% menjadi 11%, Sri Mulyani berhasil mengantongi Rp60 triliun. Artinya penerimaan negara dari kenaikan PPN 12% akan lebih besar dari periode kenaikan tarif 2022 lalu.
Sebelumnya dalam pengumuman kebijakan PPN 12%, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penerapan kenaikan tarif tersebut mengedepankan azas keadilan dan gotong royong serta memperhatikan aspirasi masyarakat.
Di mana objek pajak yang selama ini telah dikenakan PPN 11%, tarifnya akan naik menjadi 12% mulai 2025, kecuali minyak kita, tepung terigu, dan gula industri yang akan tetap 11% (1% Ditanggung Pemerintah/DTP).
Mulai tahun depan pula, pemerintah melakukan penyesuaian tarif PPN bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu.
Sebagai contoh, kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan yang berstandar internasional yang berbayar mahal. Namun, pemerintah masih akan mendetailkan barang jasa yang tergolong premium tersebut.
“Maka kita juga akan menyisir untuk kelompok harga barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium tersebut,” tuturnya.
Meski demikian, kenaikan tarif PPN 12% tersebut diiringi dengan gelontoran paket kebijakan ekonomi 2025 dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp40 triliun. Artinya, ‘cuan’ dari proyeksi pendapatan masih akan lebih besar dari belanja pajak untuk insentif tersebut.
Paket kebijakan tersebut berisi 15 insentif yang diberikan mulai dari PPN DTP, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP, PPh Final UMKM berlanjut, PPnBM DTP untuk mobil listrik dan hybrid, hingga tambahan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan.