Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut 10.000 buruh akan melakukan aksi demonstrasi serempak pada 28 Agustus 2025 di Istana Kepresidenan Jakarta dan depan DPR RI.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, puluhan ribu buruh akan membawa sejumlah tuntutan yakni isu kenaikan upah minimum 8,5% hingga 10,5% dan penghapusan outsourcing serta isu ketenagakerjaan lainnya.
"Tidak kurang dari 10.000 buruh dari Karawang, Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, dan DKI Jakarta akan bergerak menuju pusat ibu kota," kata Said dalam keterangan tertulis, Rabu (20/8/2025).
Tak hanya itu, aksi serupa juga akan digelar secara serentak di berbagai provinsi dan kota industri besar, antara lain di Serang, Banten; Bandung, Jawa Barat; Semarang, Jawa Tengah; Surabaya, Jawa Timur.
Kemudian, di wilayah Sumatra seperti Medan, Sumatra Utara; Banda Aceh, Aceh; Batam, Kepulauan Riau; Bandar Lampung, Lampung; Banjarmasin, Kalimantan Selatan; Pontianak, Kalimantan Barat; Samarinda, Kalimantan Timur; Makassar, Sulawesi Selatan; Gorontalo, dan lainnya.
Adapun, Said menerangkan bahwa aksi dan gerakan buruh ini diberi nama HOSTUM (Hapus Outsourcing, Tolak Upah Murah) dan akan dilakukan secara damai. Aksi ini disebut menjadi momentum untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan agar pemerintah berpihak pada kepentingan pekerja.
Baca Juga
Tuntutan pertama yakni menolak upah murah. Dalam hal ini, buruh menuntut kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5–10,5% pada tahun 2026.
"Perhitungan ini berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 168, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu," jelasnya.
Dia merujuk pada data inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan mencapai 3,26%, sementara pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1–5,2%. Untuk itu, menurut Said, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5–10,5%.
Di samping itu, dia menyebut bahwa pemerintah sendiri mengklaim angka pengangguran menurun dan tingkat kemiskinan berkurang.
"Jika demikian, seharusnya ada keberanian untuk menaikkan upah agar daya beli buruh dan masyarakat meningkat sehingga turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," tuturnya.
Tuntutan kedua yaitu penghapusan outsourcing. Sebab, pada putusan Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu. Namun kenyataannya, praktik outsourcing masih meluas, termasuk di BUMN.
“Pekerjaan inti tidak boleh di-outsourcing. Outsourcing hanya untuk pekerjaan penunjang, misalnya keamanan. Karena itu, buruh menuntut agar pemerintah mencabut PP No. 35 Tahun 2021 yang melegalkan outsourcing secara luas,” terangnya.