Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produsen hingga Buruh Rokok Kirim Petisi Tolak PP Kesehatan ke Jokowi & Prabowo

Apindo bersama 20 asosiasi lintas sektor industri hasil tembakau (IHT) sepakat menolak regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 20 asosiasi lintas sektor mulai dari ritel, pertanian, dan kreatif sepakat menolak PP 28/2024 tentang Kesehatan, Rabu (11/9/2204)/Bisnis-Afiffah Rahmah
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 20 asosiasi lintas sektor mulai dari ritel, pertanian, dan kreatif sepakat menolak PP 28/2024 tentang Kesehatan, Rabu (11/9/2204)/Bisnis-Afiffah Rahmah

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bersama 20 asosiasi lintas sektor industri hasil tembakau (IHT) sepakat menolak regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Kesehatan yang membatasi ruang pertumbuhan industri, sekaligus mengancam keberlanjutan usaha. 

Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani mengatakan, pihaknya akan mengirimkan petisi penolakan regulasi tersebut ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Prabowo Subianto dalam waktu dekat. 

"Kita akan bersama-sama mengirimkan petisi ini, bersama surat kepada Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghentikan atau menyetop pemberlakuan PP 28/2024," kata Franky di Kantor Apindo, Rabu (11/9/2024). 

Dia menuturkan, berbagai keluhan dari sektor terkait, termasuk ritel, pertanian dan kreatif yang berkaitan dengan IHT terus berdatangan seiring dengan terbitnya aturan Pengamanan Zat Adiktif dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. 

Para asosiasi lintas sektor juga menyoroti bahwa kebijakan yang diambil tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan perekonomian nasional. 

"Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait," ujarnya. 

Terdapat tiga poin utama yang menjadi fokus penolakan PP 28/2024 dan aturan turunannya. Pertama, penolakan terhadap pembatasan kadar tar dan nikotin dalam produk tembakau yang dinilai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok, tetapi justru akan memukul industri secara signifikan. 

Menurut dia, penetapan ambang batas yang terlalu rendah untuk tar dan nikotin akan berdampak negatif pada seluruh rantai pasok industri, mulai dari petani tembakau hingga pabrik rokok. 

"Ini berisiko meningkatkan impor tembakau dan merugikan produksi dalam negeri, sekaligus memicu munculnya produk ilegal dengan kadar yang tidak terkontrol," jelasnya. 

Kedua, dalam RPMK, pihaknya mendorong pembatalan ketentuan mengenai standarisasi kemasan atau kemasan polos (plain packaging), yang tidak sejalan dengan dan melampaui mandat pengaturan standarisasi di PP No. 28 untuk produk tembakau dan rokok elektronik. 

"Kami menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal," jelasnya. 

Di sisi lain, penolakan terhadap larangan zonasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter serta larangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah untuk pelaku usaha yang sudah beroperasi saat ini. 

"Pembatasan usia pembelian yang ketat sudah diberlakukan. Zonasi tambahan ini hanya akan menambah beban pelaku usaha yang sudah ada tanpa memberikan dampak," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper