Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengecam pemerintah atas disahkan nya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 sebagai aturan pelaksana dari UU No. 17/2024 tentang Kesehatan.
Ketua Umum APTI Jawa Tengah, Wisnu Brata mengatakan kebijakan tersebut dapat membawa dampak yang merugikan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan petani tembakau.
"Jika pedagang mengalami kerugian pasti dampaknya akan ke petani juga. Kalau penjualan turun, maka penyerapan tembakaunya juga turun. Industri terdampak, akhirnya terjadi PHK massal," kata Wisnu dalam keterangan tertulis, Jumat (2/8/2024).
Terdapat beberapa pasal yang menjadi permasalahan dari PP kesehatan dan menjadi pembatasan IHT, salah satunya larangan penjualan rokok eceran hingga larangan penjualan dalam jarak 200 meter dari institusi pendidikan.
Padahal, selama ini pelaku industri telah mendapatkan berbagai keterbatasan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
"Kalau begini, akan tercipta pengangguran yang semakin banyak," ujarnya.
Baca Juga
Dia menerangkan aturan ini akan menghantam rantai pendapatan di sektor tembakau, terutama bagi para pedagang kecil karena akan mengalami penurunan pendapatan.
Lebih lanjut, Wisnu menilai bahwa disahkannya PP Kesehatan ini menjadi bentuk ketidakbijaksanaan pemerintah. Menurut dia, pemerintah salah membaca strategi karena selalu mengambil perspektif bahwa Indonesia menjadi negara pasar dari produk tembakau, bukan penghasil.
Padahal, pemerintah semestinya memposisikan negara sebagai penghasil produk tembakau, mengingat keberadaan rantai tembakau di Indonesia mulai dari hulu sampai hilir.
Wisnu juga menyoroti tertutupnya proses penyusunan aturan tersebut yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan di IHT. Bahkan, beberapa masukan yang disampaikan industri maupun petani perihal aturan ini pun tidak pernah diakomodir.
"Ini bentuk arogansi pemerintah yang tidak menerima aspirasi sektor tembakau, terutama dari para petani dan buruh, untuk kepentingan satu pihak yaitu pengendalian rokok. Padahal di atas kesehatan, ada faktor kesejahteraan,” terangnya.
Dia menduga di balik penyusunan aturan ini ada kepentingan yang sangat kuat yang mempengaruhi pemerintah untuk mematikan IHT dari hulu ke hilir. Yang pasti, pihaknya akan mempertimbangkan langkah selanjutnya sebagai bentuk penolakan dari diresmikannya
“Karena aturan ini cacat proses. Kami ini cuma diundang sekali saja dan pada pembahasan selanjutnya kami tidak pernah diundang lagi,” pungkasnya.