Bisnis.com, JAKARTA — Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) mengungkap maraknya peredaran rokok ilegal memicu ancaman hilangnya mata pencaharian buruh tembakau.
Ketua FSP-RTMM-SPSI Jawa Tengah Subaan Abdul Rahman mengatakan kondisi tersebut diperparah seiring dengan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis industri hasil tembakau (IHT).
Regulasi tersebut dinilai berpotensi mengancam keberlangsungan hidup jutaan buruh yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di sentra-sentra produksi tembakau nasional.
“Sudah seharusnya peraturan yang memberatkan seperti pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 itu dibatalkan,” kata Subaan dalam keterangan tertulis, Senin, (28/7/2025).
Pihaknya secara tegas meminta pemerintah untuk mencabut pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024. Subaan menyoroti tiga dampak utama yang dikhawatirkan akan muncul akibat kebijakan ini, penurunan produksi rokok legal, melemahnya daya beli masyarakat, dan meningkatnya peredaran rokok ilegal.
Dia juga menilai efek domino dari sejumlah ketentuan dalam PP 28/2024, seperti larangan penjualan dalam radius 200 meter dan larangan iklan rokok di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Baca Juga
Menurut dia, kebijakan ini tidak hanya akan memukul industri tembakau, tetapi juga berdampak luas terhadap petani tembakau, pekerja, dan pengusaha UMKM di sektor hilir.
Kondisi ini juga akan memengaruhi perekonomian wilayah sekitar pabrik secara signifikan, termasuk hilangnya mata pencaharian bagi pedagang, pemilik kos, dan pelaku usaha kecil lainnya di sekitar pabrik.
Lebih lanjut, Subaan mengingatkan tentang kondisi peredaran rokok ilegal yang semakin luas. Saat ini, dia menilai penegakan hukum terhadap rokok ilegal masih lemah dan jika terus dibiarkan justru memperparah situasi.
Berdasarkan data Bea dan Cukai, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak melonjak dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang pada 2024. Dia menilai tren ini sebagai bukti bahwa kebijakan yang terlalu menekan industri legal justru membuka ruang bagi pasar gelap.
“Ini nanti saya akan usulkan di pimpinan pusat agar Bea Cukai atau Menteri Keuangan, supaya rokok ilegal itu nanti benar-benar bisa diberantas, dan kita dari Serikat Pekerja juga siap membantu kalaupun perlu bantuan seperti itu,” tuturnya.
Untuk itu, pihaknya mengambil langkah lewat inisiatif gerakan ‘Advokasi IHT Terintegrasi’ yang melibatkan seluruh struktur serikat pekerja dari tingkat unit kerja hingga pusat. Gerakan ini bertujuan menyuarakan aspirasi pekerja secara kolektif kepada para pengambil kebijakan, termasuk Presiden Prabowo Subianto.
“Semua serikat pekerja khususnya RTMM dari mulai PUK (Pimpinan Unit Kerja) sampai ke tingkat pusat ini nanti akan berkirim surat baik ke DPRD, ke Menteri Keuangan, sampai ke Pak Presiden,” pungkasnya.