Bisnis.com, JAKARTA — Petani tembakau di sejumlah daerah sentra produksi seperti Temanggung, Magelang, Wonosobo, dan Boyolali mengeluhkan anjloknya penyerapan hasil panen dalam lima tahun terakhir.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji mengatakan puncak penurunan penjualan tembakau terjadi pada tahun lalu saat salah satu industri besar menghentikan pembelian, yang menyebabkan kepanikan di kalangan petani.
“Tahun kemarin salah satu kabupaten di Temanggung, Magelang, Wonosobo, kemudian Boyolali, itu kan penurunan perputaran ekonomi di sentra-sentra tembakau itu hampir 60%,” kata Agus kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).
Tak hanya petani, dampaknya juga merambat ke buruh tani, pengrajin keranjang, dan pelaku usaha kecil lainnya yang bergantung pada sektor ini.
Agus menyebut tekanan terhadap industri tembakau sudah terjadi selama satu dekade terakhir, yang dipicu oleh kebijakan pemerintah, terutama terkait cukai rokok dan pengendalian konsumsi.
Tarif cukai yang terus naik disebut menyebabkan industri kesulitan, dan pada akhirnya memangkas daya serap terhadap hasil panen petani.
Baca Juga
Tak hanya menyasar sisi industri, petani juga merasa bahwa mereka menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak.
Minimnya keterlibatan petani, buruh tani, dan pelaku industri dalam penyusunan regulasi membuat kebijakan yang dihasilkan tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
“Ketika tarif cukai makin mahal, otomatis berdampak terhadap penurunan omzet industri,” ujarnya.
Akibatnya, harga jual tembakau tidak kompetitif dan semakin menyulitkan petani untuk menutupi biaya produksi, terutama saat musim kemarau di mana tembakau menjadi satu-satunya pilihan tanaman.
Di sisi lain, petani juga menyoroti meningkatnya impor tembakau yang kini mencapai sekitar 140.000 ton per tahun, sedangkan produksi dalam negeri berada di kisaran 210.000 ton. Kondisi ini dinilai sudah mengancam kedaulatan pertanian tembakau nasional.
Maraknya rokok ilegal juga menjadi perhatian serius. Petani menilai kebijakan pengendalian yang terlalu ketat justru membuka ruang bagi peredaran rokok ilegal, yang tidak menyerap tembakau dalam negeri dan menambah kerugian negara dari sisi penerimaan cukai.
Para petani menilai moratorium cukai tiga tahun yang tengah dibahas pemerintah belum cukup sebagai solusi. Pihaknya mendesak adanya kajian ulang terhadap struktur tarif cukai dan pelibatan seluruh elemen industri tembakau, termasuk petani, dalam pembentukan kebijakan.
APTI juga meminta Presiden Prabowo dan jajaran kementerian terkait untuk bertindak cepat dan tegas. Petani berharap ada forum bersama yang melibatkan asosiasi petani, industri, dan pemerintah agar lahir kebijakan yang adil dan menjaga keberlangsungan ekosistem pertembakauan nasional.
“Jangan sampai tembakau hanya tinggal cerita untuk anak cucu,” pungkasnya.