Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catat! Ini Detail Rencana Utang Pemerintah di RAPBN 2026

Pemerintah berencana menarik utang Rp781,9 triliun di RAPBN 2026, termasuk pinjaman luar negeri Rp41,9 triliun dan penerbitan SBN Rp749,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta para wakil menteri dan jajaran eselon I Kemenkeu menyampaikan hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta pada Selasa (18/3/2025). Pada hari yang sama, IHSG sempat turun hingga 6%. / dok. Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta para wakil menteri dan jajaran eselon I Kemenkeu menyampaikan hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta pada Selasa (18/3/2025). Pada hari yang sama, IHSG sempat turun hingga 6%. / dok. Kemenkeu

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk menarik pinjaman luar negeri berbentuk tunai sebesar Rp41,9 triliun pada 2026. Pinjaman tunai luar negeri merupakan salah satu bentuk pembiayaan utang dari pinjaman luar negeri.

Hal itu merupakan bagian dari rencana pagu pembiayaan utang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dikutip dari Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah akan menarik utang sebesar total sebesar Rp781,9 triliun tahun depan.

Utang itu merupakan yang tertinggi sejak level pandemi Covid-19, atau sebesar Rp870,5 triliun pada 2021, dan sudah melampaui outlook 2025 yakni Rp715,5 triliun.

Pada rincian pembiayaan utang 2026, pemerintah bakal menarik utang dari dua sumber pembiayaan yakni penerbitan SBN dan pinjaman. Besaran neto pinjaman yang akan ditarik pemerintah adalah sebesar Rp32,7 triliun.

Target pembiayaan utang dari pinjaman itu turun apabila dibandingkan dengan outlook 2025 yang mencapai Rp130,4 triliun, atau terkontraksi 74,9%. Level pembiayaan utang pemerintah dari pinjaman pada RAPBN 2026 itu juga terendah sejak 2022 yakni Rp37,2 triliun.

Meski demikian, Kemenkeu mencatat bahwa utang berasal dari pinjaman melonjak naik pada 2023 dan terus meningkat pada 2024 hingga 2025 versi outlook. Pada 2023, pinjaman meningkat dari tahun sebelumnya Rp37,2 triliun menjadi Rp95,2 triliun. Peningkatan itu utamanya akibat pinjaman luar negeri yang meningkat ke Rp81,2 triliun dari Rp29 triliun pada tahun sebelumnya.

Jumlahnya juga terus naik pada 2024 menjadi Rp107,3 triliun (pinjaman luar negeri sebesar Rp92,3 triliun), dan outlook 2025 sebesar Rp130,4 triliun (utang luar negeri Rp120,9 triliun).

Pada 2026, pemerintahan Prabowo Subianto berencana untuk menarik pinjaman neto yang akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp6,5 triliun dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp39,2 triliun.

Apabila diperinci lebih lanjut, pinjaman dalam negeri neto sebesar minus Rp6,5 triliun itu akan meliputi penarikan bruto Rp7,3 triliun dan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar negatif Rp13,8 triliun.

Sementara itu, pinjaman luar negeri neto sebesar Rp39,2 triliun di antaranya akan meliputi penarikan pinjaman luar negeri bruto Rp144,5 triliun. Pinjaman bruto itu akan mencakup pinjaman tunai sebesar Rp41,9 triliun, dan pinjaman kegiatan Rp102,6 triliun.

Kemenkeu menjelaskan, pinjaman luar negeri meliputi pinjaman program yang ditujukan untuk membiayai APBN secara umum, dan pinjaman kegiatan untuk kegiatan atau proyek tertentu. Khususnya, proyek-proyek pemerintah.

Untuk pinjaman tunai luar negeri, pemerintah mengutamakan pinjaman dari lembaga multilateral dan bilateral dengan memerhatikan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan underlying transaksi.

"Penarikan pinjaman tunai dalam mata uang asing tahun 2026 direncanakan sebesar US$2,6 miliar," demikian dikutip dari dokumen Kemenkeu itu.

Kendati penarikan pinjaman luar negeri bruto direncanakan tembus Rp144,5 triliun pada 2026, pemerintah juga merencanakan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp105,3 triliun.

Dengan demikian, pinjaman luar negeri tahun depan secara neto hanya Rp39,2 triliun.

PENERBITAN SBN

Selain pinjaman, pemerintah akan menerbitkan SBN sebagai pembiayaan utang sebesar Rp749,2 triliun. Porsi pembiayaan utang dengan SBN merupakan mayoritas atau 95,8% dari total utang Rp781,9 triliun yang akan ditarik tahun depan.

Total SBN yang diterbitkan tahun depan sudah jauh lebih tinggi dari outlook 2025 yang berada di level Rp585,1 triliun atau naik sekitar 21,9%.

Rencana penerbitan obligasi 2026 itu juga akan menyentuh level tertinggi sejak 2021 lalu di mana pemerintah menerbitkan hingga Rp877,5 triliun saat itu.

Pada 2024, pemerintah sebelumnya menerbitkan SBN senilai Rp450,7 triliun atau lebih tinggi dari periode 2023 yakni Rp308,2 triliun. Sebelumnya pada 2022, pemerintah menerbitkan SBN senilai Rp658,8 triliun.

Penerbitan SBN akan mengacu pada tingkat imbal hasil (yield) SBN dengan tenor yang bersesuaian. Pemerintah menerbitkan SBN di pasar domestik melalui lelang secara reguler maupun di pasar internasional, serta SBN ritel. Sampai dengan saat ini, pemerintah telah menerbitkan lima jenis SBN ritel yaitu Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Ritel (Suri), Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Tabungan (ST) dan Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS Ritel).

Pemerintah juga sebelumnya telah menerbitkan SBN tematik seperti Green Bond dan Green Sukuk Framework untuk pembiayaan terkait dengan perubahan iklim.

Sejauh ini, rasio utang secara keseluruhan pun berdasarkan outlook 2025 sebesar 39,9% terhadap PDB. Pemerintah mengeklaim rasio utang Indonesia relatif masih rendah apabila dibandingkan dengan negara peer, hanya lebih tinggi dari Vietnam yakni 32,9% terhadap PDB.

"Meskipun dalam satu dekade terakhir terjadi peningkatan rasioan utang dari 24,7% di 2014 menjadi 39,8% di 2024 namun posisi rasio utang Indonesia tetap relatif rendah dibandingkan sebagian besar negara berkembang lainnya," terang Kemenkeu.

Adapun RAPBN 2026 memproyeksikan defisit sebesar Rp638,8 triliun atau 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu karena belanja negara lebih besar dari pendapatan negara.

Dalam RAPBN 2026, pemerintah menargetkan belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya sebesar Rp3.147,7 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro